ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN
PUSAT PENELITIAN SUMBERDAYA MANUSIA
DAN LINGKUNGAN PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS INDONESIA (PPSML PPs-UI)
JAKARTA
2012
KATA PENGANTAR
Hukum
lingkungan merupakan salah satu mata ajaran pelatihan penyusunan AMDAL yang
tercantum dalam kurikulum nasional. Agar peserta mampu menerima informasi
berkaitan dengan mata ajaran ini maka diperlukan Modul atau Bahan Ajar mengenai
hukum lingkungan terkait dengan penyusunan dokumen AMDAL.
Sebagai
lembaga pelatihan yang sudah terigister dengan akreditasi A, maka Pusat
Penelitian Sumberdaya Manusia dan Lingkungan Program Pasca Sarjana Universitas
Indonesia (PPSML PPs-UI) wajib memiliki modul atau bahan ajar sebagai panduan
pengajaran untuk peserta pelatihan.
Modul
atau bahan ajar ini merupakan salah satu upaya yang disusun oleh Tim Kecil
Penyusunan Modul dari Pusat Penelitian Sumberdaya Manusia Dan Lingkungan
Program Pasca Sarjana Univeristas Indonesia. Bahan ajar ini tentu saja
disesuaikan dengan Kurikulum Nasional Penyusunan AMDAL dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku saat ini. Buku ajar ini sudah memasukan
peraturan perundang-undangan yang baru.
Walaupun
bahan ajar ini sangat sederhana dan singkat namun diharapkan dapat dipahami
oleh para peserta pelatihan dengan harapan dikembangkan lebih lanjut.
Akhirnya
kritik dan saran serta masukan yang bersifat konstruktif terhadap modul atau
bahan ajar ini sehingga dapat disempurnakan menjadi lebih baik.
Jakarta, November 2012
Koordinator Pelatihan
Andreas
Pramudianto, SH,MSi
NUP. 110713004
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
DAFTAR
ISI
BAB
1. PENDAHULUAN
BAB
2. PERKEMBANGAN ISU GLOBAL DAN KAITANNYA DENGAN HUKUM
LINGKUNGAN.
BAB
3. PERSOALAN DAN PENGERTIAN HUKUM
BAB
4. SEJARAH PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BIDANG LH
BAB
5. UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
BAB
6.. AMDAL DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
BAB
7. PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG
AMDAL
BAB
8 PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 27 TAHUN 2012
TENTANG IZIN LINGKUNGAN
BAB 9
PENUTUP
SOAL
EVALUASI
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Hampir
setiap kegiatan membutuhkan peran hukum sebagai salah satu aktivitas dalam
rangka memastikan kegiatan tersebut. Demikian juga halnya dengan kegiatan yang
berkaitan dengan lingkungan hidup, maka peran hukum lingkungan menjadi sangat
penting untuk memperjelas dan memastikan kegiatan tersebut.
Hukum
lingkungan mencakup berbagai hal seperti asas-asas hukum lingkungan,
perencanaan dan pembuatan peraturan perundang-undangan, evaluasi atas
undang-undang yang dilaksanakan, penegakan hukum lingkungan, pertanggungjawaban
hukum, perangkat pencegahan dan pengendalian, sanksi hukum, dll.
Terkait
dengan pelaksanaan dari hukum lingkungan melalui undang-undang, maka saat ini
berlaku Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan hidup.
Deskripsi
singkat
Dala
kegiatan pelatihan Penyusunan Amdal ini terdapat berbagai mata ajaran sesuai
dengan kurikulum yang berlaku. Salah satunya terkait dengan Hukum Lingkungan.
Modul atau bahan ajar mengenai hukum lingkungan ini akan memfokuskan pada peran
hukum lingkungan sebagai bagian dari sistem hukum nasional dan internasional
termasuk peran hukum dalam kegiatan amdal. Karena itu beberapa hal yang
dipelajari seperti perkembangan hukum lingkungan, pertemuan internasional
bidang lingkungan hidup, asas-asas hukum lingkungan, sanksi hukum dll.
Berbagai
materi yang termasuk dalam mata ajaran hukum lingkungan sangat penting untuk
dibahas dalam bahan ajar ini. Mulai dari isu lingkungan global yang saat
ini berkembang baik dari aspek peubahan iklim, keaenakaragaman hayati hingga
pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) maupun limbahnya. Isu-isu
lingkungan hidup ini perlu ditangani dan dikendalikan yang salah satunya
melalui perangkat hukum lingkungan. Karena itu pertemuan-pertemuan
internasional sebagai kesepakatan yang dicapai oleh negara-negara dalam
menangani isu lingkungan global mejadi sangat penting. Keputusan-kepeutusan ini
menjadi perangkat hukum internasional yang tentu saja akan mempengaruhi
perangkat hukum nasional. Karena itu perlu dipahami juga mengenai hukum secara
umum khususnya hukum nasional Indonesia termasuk peraturan
perundang-undangannya. Peraturan perundang-undangan yang berlaku di indonesia
sangat banyak, sehingga diperlukan fokus pada peraturan perundang-undangan yang
terkait bidang lingkungan hidup khususnya AMDAL. Bagaimana perangkat
Undang-undang Lingkungan Hidup akan mempengaruhi kehidupan serta sistem sosial
yang berlaku di indonesia khususnya terkait dengan AMDAL. Akhirnya peserta
diharapkan memahami hukum lingkungan ini sebagai sistem hukum yang akan
mempengaruhi kehidupan masyarakat di dunia maupun di Indonesia.
Tujuan
Pembelajaran
Dalam
bahan ajar ini para peserta pelatihan diharapkan memahami hukum lingkungan
sebagai salah satu pelajaran yang dilaksanakan dalam pelatihan khususnya
penyusun AMDAL. Dengan memahami hukum lingkungan para peserta dapat mencapai
kompetensi dasar dan indikator keberhasilan.
Kompetensi
Dasar
Setelah
mengikuti pelajaran hukum lingkungan peerta diharapkan mampu memahami hukum
lingkungan baik dari aspek (1) pengetahuan hukum lingkungan secara umum (2)
perangkat peraturan perundang-undangan terkait Amdal.
Indikator
Keberhasilan
Melalui
Modul atau Bahan Ajar ini peserta diharapkan mencapai tujuan pembelajaran
dengan indikator keberhasilan sebagai berikut :
- Mampu memahami tujuan pembelajaran
- Mampu memahami peran hukum lingkungan di tingkat nasional maupun internasional.
- Mampu memahami peraturan perundang-undangan bidang lingkungan hidup.
- Mampu memahami perangkat AMDAL dalam hukum lingkungan
Materi
Pokok
Materi
pokok yang dibahas dalam modul atau bahan ajar ini diantaranya :
- Isu Lingkungan Global
- Pertemuan Internasional
- Persoalan dan Pemahanaman Hukum
- Peraturan Perundang-undangan
- Undang-undang Lingkungan hidup
- Amdal dan Kaitannya dengan Undang-undang Lingkungan Hidup
- I. PERKEMBANGAN ISU GLOBAL DAN KAITANNYA DENGAN HUKUM LINGKUNGAN
1.1.
Isu Lingkungan Global
Hingga
memasuki millenium kedua, nampaknya masalah lingkungan hidup tidak
semakin membaik. Beberapa laporan dari Bank Dunia, UNDP bahkan United Nations
Environmental Programme (UNEP) sendiri menunjukan kecenderung bahwa kondisi
lingkungan hidup global semakin parah. Hal ini disebabkan karena semakin
kompleksnya persoalan yang dihadapi. Tidak hanya pencemaran, namun
masalah-masalah lain seperti perdagangan illegal limbah B3, penggunaan
bioteknologi, penipisan sumberdaya alam, meningkatnya kebutuhan energi, jumlah
penduduk serta distribusi yang tidak merata merupakan persoalan-persoalan yang
tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu yang cepat.
Pertemuan-pertemuan
global sudah dilakukan dan mencapai hasil-hasil yang berupa
kesepakatan-kesepakatan seperti :
- Konperensi Tingkat Tinggi (KTT)
-
Konperensi PBB Mengenai LH Manusia, Stockholm 1972
-
Konperensi Nairobi 1982
-
KTT Bumi, Rio De Janerio 1992
-
KTT Pembangunan Berkelanjutan, Johanesburg 2002
- Perjanjian-Perjanjian Internasional
-
Cites 1973
-
Marpol 1978
-
Wina 1985
-
UNCBD 1994
-
UFCCC 1994
-
Dll
- Kesepakatan Lainnya
-
ISO
-
BCSD
-
Dll
Hasil-hasil
dari kesepakatan internasional tersebut juga telah mengikat
pemerintahIndonesia. Dengan demikian untuk melaksanakan kesepakatan tersebut,
maka harus memiliki komitmen yang jelas seperti penyediaan anggaran,
peningkatan kapasitas teknis dan kelembagaan serta sumberdaya manusia.
II.
PERSOALAN DAN PENGERTIAN HUKUM
Untuk
mempelajari hukum diperlukan waktu yang sangat lama. Namun demikian dalam
makalah ini hanya diberikan gambaran singkat mengenai kisi-kisi hukum yang
perlu diketahui :
n
Masalah Hukum (Gejala, Sejarah, Perkembangan, Pengertian Dll)
n
Hakikat Hukum (Undang-Undang, Etika, Norma, Keadilan Dll)
n
Azas-Azas Hukum (Prinsip-Prinsip, Hak Dan Kewajiban Dll)
n
Praktek Hukum (Politik Hukum, Peradilan, Dll)
n
Disiplin Hukum (Ilmu-Ilmu Hukum, Keahlian SH Dll)
n
Mazhab Hukum (Hukum Alam, Mashab Sejarah, Positivisme Dll)
n
Sumber Hukum (Undang-Undang, Kebiasaan, Perjanjian Dll)
n
Teori Hukum (Hans Kelsen, Austin, Vons Savigny, Dll)
n
Penegakan Hukum (Hakim, Polisi, Jaksa Dll)
n
Sistem Hukum (Anglo Saxon, Eropa Kontinental, Agama Dll)
n
Pendidikan Hukum (S1-S3, Sistem Pendidikan, Kurikulum, Dll )
n
Sifat Hukum (Memaksa, Mengatur, Menetapkan, Grey Area Dll)
n
Sanksi Hukum (Pidana, Perdata, Administrasi Dll)
n
Hukum Dan Disiplin Lain (Hukum Ekonomi, Hukum Laut Dll)
n
Dll
Mengenai
pengertian hukum telah banyak definisi dikeluarkan oleh para ahli hukum. Salah
satunya adalah Grotius yang menyatakan : (Briely, 1988)
“Law is a rule of moral action obliging to
what which is right”
Sedangkan
Utrecht memberikan batasan hukum sbb : (CST Kansil 1983)
“Hukum
adalah himpunan peraturan (perintah dan larangan) yang mengurus tata tertib
suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu.”
Sedangkan
Van Apeldoorn mendefinisikan sbb :
“
Hukum itu banyak seginya dan demikian luasnya sehingga tidak mungkin menyatakan
dalam satu rumusan yang memuaskan”
Namun
oleh Van Apeldoorn menegaskan bahwa definisi itu sangat sulit dibuat karena
tidak mungkin untuk mengadakannya yang sesuai kenyataan. (Apeldoorn, 1982)
Dari
definisi diatas paling tidak telah tergambar beberapa unsur-unsur hukum
diantaranya :
- Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.
- Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib
- Peraturan itu bersifat memaksa
- Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.
Selain
itu juga digambarkan ciri-ciri hukum yaitu :
- Adanya perintah dan/atau larangan
- Perintah atau larangan tersebut harus ditaati oleh setiap orang.
Dengan
demikian apabila seseorang dengan sengaja melanggar suatu kaedah hukum akan
dikenakan sanksi yang berupa hukuman. Sifat dari hukum adalah mengatur dan
memaksa dan tujuan hukum adalah menjamin kelangsungan keseimbangan dalam
perhubungan antara anggota masyarakat.
Beberapa
fungsi hukum diantaranya adalah :
a)
Direktif (mengarahkan)
b)
Integratif (mempersatukan)
c)
Stabilitatif (menjaga ketenangan)
d)
Korektif (memperbaiki kesalahan)
e)
Perspektif (melihat ke depan)
Berkaitan
dengan masalah hukum lingkungan maka fungsi adanya hukum lingkungan diantaranya
adalah :
a)
Perlindungan Lingkungan Hidup
b)
Pengendalian Lingkungan Hidup
c)
Kepastian Bagi Masyarakat
d)
A
Tool Of Social Engineering
e)
Agent Of Development
f)
Agent Of Change
Dengan
demikian secara singkat dan jelas, keberadaan hukum harus memberikan kejelasan
dan kepastian.
III.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Salah
satu fungsi negara hukum adalah membentuk berbagai peraturan
perundang-undangan. Menurut Attamimi (1987) wawasan negara yang berdasarkan
atas hukum menempatkan perundang-undangan dalam kedudukan yang sentral.
Sedangkan proses pembentukan perundang-undangan adalah produk dari berbagai
ahli baik hukum maupun non-hukum (ekonomi, sosial, fisika, biologi dsb) melalui
proses penyusunan rancangan perundang-undangan. Sehingga dalam suatu konsep
naskah akademis yang bahasanya masih sangat teknis dan seringkali bersifat
ilmiah, maka diperlukan rumusan ketentuan umum yang menerjemahkan
pengertian teknis dan ilmiah ini ke dalam bahasa hukum baku atau bahasa hukum
baru. Bahasa hukum baru ini tergantung pada materi hukum yang diaturnya
misalnya baku mutu emisi. (Silalahi:1995:2).
Dengan
demikian hal ini sesuai dengan pendapat Kiss (1976) yang menyatakan :
“the
protection of the environment requires cooperation between lawyers and
representatives of other branches of science.”
Kerjasama
antara ahli hukum dengan non hukum (teknis) telah menjadi tuntutan dalam
mengembangkan produk reguliasi yang modern saat ini, khususnya di bidang
lingkungan hidup. Banyak produk-produk regulasi dibuat berdasarkan kerjasama
antara bidang hukum dengan non hukum.
Lebih
lanjut, pengembangan produk regulasi terutama dalam hal kajian terhadap
peraturan perundang-undangan yang modern mulai semakin menarik dengan
memanfaatkan penggunaan metode analisis ilmu lainnya seperti matrik, flowchart
dan bentuk-bentuk lainnya. Bahkan penggunaan metode analisis secara multi dan
interdisipliner terus meningkat. (Silalahi:1995:2). Hal ini akan semakin
terlihat nyata dalam Peraturan perundang-undangan bidang AMDAL.
Berkaitan
dengan peraturan perundang-undangan, menurut Hans Kelsen (1945) yang dalam
teorinya mengenai jenjang norma hukum, berpendapat bahwa norma hukum itu
berjenjang dan berlapis dalam suatu hirarki tata susunan dimana suatu norma
yang lebih rendah berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi,
norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih
tinggi lagi sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut
dan bersifat hipotesis dan fiktif yaitu norma dasar atau grundnorm. (Indriati:1998:25).
Beberapa
asas dalam peraturan perundangan yang perlu diperhatikan :
a.
Asas Tingkatan Hirarki
b.
Undang-Undang Tak Dapat Diganggu Gugat
c.
Undang-Undang Tidak Berlaku Surut
d.
Undang-Undang Yang Bersifat Khusus Menyampingkan Undang-Undang Yang Bersifat
Umum (Lex Spesialis Derogat Legi Generali)
e.
Undang-Undang Yang Dibuat Oleh Penguasa Yang Lebih Tinggi Mempunyai Kedudukan
Yang Lebih Tinggi Pula
f.
Undang-Undang Yang Baru Menyampingkan Undang-Undang Yang Lama (Lex
Posteriori Derogat Legi Priori)
g.
Undang-Undang Sebagai Sarana Untuk Semaksimal Mungkin Dapat Mencapai
Kesejahteraan Bagi Masyarakat Maupun Individu Melalui Pembaharuan Dan
Pelestarian (Asas Welvaarstaat)
Selain
asas, hal lain yang perlu diperhatikan adalah mengenai landasan pemikiran dalam
pembuatan peraturan perundang-undangan :
a)
Landasan Filosofis
(Nilai-Nilai
Moral Dan Etika, Falsafah Hidup Masyarakat, Berakar Dari Moral Masyarakat)
b)
Landasan Sosiologis
(Sesuai
Dengan Kenyataan Hidup Masyarakat Dan Memperhatikan Perubahan-Perubahan Yang
Terjadi)
c)
Landasan Yuridis
(Kewenangan,
Kesesuaian Bentuk Dan Isi, Mengikuti Tata Cara Tertentu, Tidak Bertentangan
Dengan Peraturan Lain)
d)
Landasan Ekonomis
(Menyangkut
Bidang Kehidupan Masyarakat Seperti Kelautan, Kehutanan, Pertanian, Sda Dll)
e)
Landasan Politis
(Dapat
Berjalan Sesuai Tujuan Tanpa Menimbulkan Gejolak).
Sedangkan
untuk materi muatan peraturan perundang-undangan paling tidak harus memuat
asas-asas sebagai berikut :
a)
Asas Pengayoman
Memberikan
Perlindungan Dan Ketentraman Bagi Masyarakat.
b)
Asas Kemanusiaan-
Penghormatan
Hak Asasi Manusia Serta Harkat Dan Martabat Warga Negara
c)
Asas Kebangsaan
Mencerminkan
Sifat Dan Watak Bangsa Yang Pluralistik.
d)
Asas Kekeluargaan
Musyawarah
Untuk Mencapai Mufakat Dalam Pengambilan Keputusan
e)
Asas Kenusantaraan
Kepentingan
Seluruh Wilayah Indonesia Dan Merupakan Bagian Dari Sistem Hukum Nasional
f)
Asas Bhineka Tunggal Ika
Keragaman
Penduduk, Agama, Suku Dan Golongan Kondisi Khusus Daerah Dan Budaya
g)
Asas Keadilan
Keadilan
Yang Proporsional Bagi Warga Negara
h)
Asas Kesamaan Kedudukan Dalam Pemerintahan
Tidak
Boleh Berisi Hal-Hal Yang Membedakan Latar Belakang Agama, Susku Golongan, Ras,
Gender Dan Status Sosial
i)
Asas Ketertiban Dan Kepastian Hukum
Dapat
Menimbulkan Ketertiban Melalui Kepastian Hukum.
j)
Asas Keseimbangan, Keserasian Dan Keselarasan
Antara
Kepentingan Individu Dan Masyarakat
k)
Asas Lainnya
Asas-Asas
Dalam Hukum Pidana Dan Perdata
IV.
SEJARAH PERUNDANG-UNDANGAN LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA.
Titik
tolak pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia sebagai manifestasi
konkrit dari upaya-upaya sadar, bijaksana dan berencana dimulai pada tahun 1982
dengan dikeluarkannya UU No. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sebelum lahirnya undang-undang ini, berbagai
peraturan perundangan yang berkaitan dengan lingkungan hidup masih bersifat
parsial-sektoral dimana masing-masing materi ketentuannya mengacu kepada
pengaturan masalah tertentu secara khusus. Dengan demikian, beberapa ketentuan
acapkali dirasakan tumpang tindih satu sama lain sehingga membawa implikasi
yang luas di bidang kelembagaan dan kewenangan pengaturannya.
(Soetaryono:2000:1)
Sebenarnya
sudah cukup banyak peraturan perundangan yang berkaitan dengan lingkungan hidup
sejak zaman kolonial Belanda. Diantaranya yang terbit dalam bentuk ordonansi
adalah Vischerij Ordonantie 1916.
(Danusaputro:1982)(Hardjasoemantri:1991)(Hamzah: 1992) (Soetaryono:1998).
Dibawah ini dibagai dalam beberapa periode peraturan perundang-undangan terkait
dengan lingkungan hidup yang telah dikeluarkan diantaranya :
- Peraturan Perundang-undangan Masa Sebelum Kemerdekaan (1912 – 1945)
Indonesia
pada masa kolonial sudah memberlakukan berbagai produk hukum seperti :
- 1. Peraturan tentang Pengeluaran Ternak (Sbld 1912 No. 432)
- 2. Vischerij Ordonantie, 1916 (Ordonansi Penangkapan Ikan)
- 3. Reden Reglemen (Reglemen Bandar) Sbld 1924 No. 500
- 4. Hinder Ordonantie, 1926 (Undang-undang Gangguan)
3.
Loods Dients Ordonantie Sbld 1927 No. 62
- 4. Kustvisserij Ordonnantie Sbld 1927 No. 144 (Ordonansi Penangkapan Ikan di kawasan Pesisir)
- 5. Petroleum en Andere Licht Onvlambare Olien (Ordonansi Pengangkutan minyak Tanah) Sbld 1927 No. 214
- 6. Mijn-Politic Reglement No. 341/1930
6. Scheepvart
Wet Sbld 1936 Nomor 700
- 7. Peraturan Pendaftaran kapal-kapal Nelayan Laut Asing Sbld 1938 Nomor 201
- 8. Bedrijfserglementeerings Ordonantie, 1938 (Ordonansi Perusahaan)
- 9. Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie (Kringen Ordonansi) Sbld 1939 No. 22
10.
Jacht Ordonantie, 1940 (Ordonansi Perburuan)
11.
Natuurbeschermings Ordonantie, 1941 (Ordonansi Perlindungan Alam)
Diantara
peraturan perundang-undangan tersebut ada yang masih berlaku hingga saat ini
seperti Hinder Ordonantie, 1926 (Undang-undang Gangguan). Ordonansi ini
banyak digunakan terutama dalam pengurusan persyaratan perizinan.
- b. Peraturan Perundang-undangan Masa Setelah Kemerdekaan (1945 – 1982)
Setelah
masa kemerdekaan hingga menjelang lahirnya UU No. 4 tahun 1982 beberapa produk
hukum yang lahir diantaranya :
- 1. Stadtsvormings Ordonantie, 1948 (Ordonansi Pembentukan Kota)
- 2. Undang-undang No. 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Pengawasan Perburuan Tahun 1948 No. 23 dari Republik Indonesia untuk Seluruh Indonesia
- 3. Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Agraria
- 4. Undang-undang No. 44 Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
- 5. Undang-undang No. 2 Tahun 1961 tentang Impor dan Ekspor Bibit Tanaman
- 6. Undang-undang No. 31 Tahun 1964 tentang Ketentuan Pokok Tenaga Atom
- 7. Undang-undang No. 2 Tahun 1966 tentang Higiene
- 8. Undang-undang No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan
- 9. Undang-undang No. 6 Tahun 1967 tentang Peternakan
10.
Undang-undang No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan
11.
Undang-undang No. 14 Tahun 1969 tentang Keentuan-ketentuan Pokok Tenaga Kerja
12.
Undang-undang no. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
13.
Undang-undang No. 3 Tahun 1972 tentang Transmigrasi
10.
Undang-undang No. 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen
11.
Undang-undang No. 7 Tahun 1973 tentang Penggunaan Pestisida
12.
Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang Ketentuan Pokok Pemerintah Daerah
13.
Undang-undang No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan
14.
Undang-undang No. 8 Tahun 1979 tentang Ratifikasi Perjanjian Mengenai
Pencegahan Penyebaran Senjata Nuklir
15.
dll
Sebagai
catatan bahwa sebelum lahirnya Undang-undang No. 4 tahun 1982 ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan diantaranya pemerintah Indonesia sudah sejak persiapan
dan berakhirnya Konferensi Stockhlom 1972 atau Konferensi PBB mengenai
Lingkungan Hidup Manusia (UNCHE) telah berupaya untuk menginventrisasikan
berbagai peraturan perundang-undangan. Hal ini dilakukan dalam rangka
penyusunan initial draft suatu undang-undang lingkungan hidup. Namun ada
beberapa kenyataan yang dihadapi yaitu bahwa :
- Berbagai segi atau aspek lingkungan hidup telah secara sporadis diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang telah berlaku.
- Peraturan perundang-undangan tersebut umumnya berorientasi pada pemanfaatan sumberdaya alam.
- Peraturan perundang-undangan tersebut bersifat parsial sektoral.
Dengan
demikian rintisan usaha penyusunan konsep rancangan Undang-undang (RUU) tentang
lingkungan hidup pada waktu itu menghadapi masalah, yaitu bagaimana memasukan
wawasan lingkungan hidup secara komprehensif kedalam suatu peraturan
perundang-undangan tentang lingkungan hidup. Ada dua laternatif yang dapat ditempuh
pada waktu itu yaitu :
- Memperbaharui setiap undang-undang dengan memasukkan wawasan lingkungan ke dalamnya. Alternatif ini berarti bahwa banyak undang-undang yang harus diubah, dan berdasarkan undang-undang yang telah diperbaiki itu kemudian disusun pelaksanaan yang diperlukan. Alternatif ini berarti diperlukan waktu yang lama.
- Disusun satu undang-undang baru yang berwawasan lingkungan yang akan menjadi dasar bagi perbaikan dan penyempurnaan perundang-undangan yang berlaku, sekaligus sebagai dasar penetapan peraturan pelaksanaan baru untuk masing-masing bidang.
Alternatif
kedua inilah yang kemudian dipilih. Mengingat bahwa pokok materi yang harus
diatur cakupannya demikian luas maka tidaklah mungkin mengaturnya secara
terinci dalam satu undang-undang. Oleh karena itu ditempuh cara pengaturan
ketentuan pokok yang hanya memuat asas dan prinsip-prinsipnya. Dengan cara
pengaturan demikian undang-undang tentang lingkungan hidup merupakan ketentuan
payung (umbrella provision).
Karena
itu Undang-undang No. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang kemudian lahir memiliki beberapa ciri seperti
:
- Sederhana tetapi dapat mencakup kemungkinan perkembangan di masa depan sesuia dengan tuntutan keadaan, waktu dan tempat.
- Mengandung ketentuan-ketentuan pokok sebagai dasar bagi peraturan pelaksanaannya lebih lanjut.
- Mencakup semua bidang di bidang lingkungan hidup agar dapat menjadi dasar bagi pengaturan lebih lanjut bagi masing-maing bidang tsb, yang rencananya akan dituangkan dalam bentuk peraturan tersendiri.
Selain
daripada itu UULH ini menjadi landasan untuk menilai dan menyesuaikan semua
peraturan perundang-undangan yang memuat ketentuan tentang segi-segi
lingkungaan hidup yang telah berlaku. (Soetaryono:2000:3-6).
- Peraturan Perundang-undangan Setelah Lahirnya Undang-undang No. 4 tahun 1982
- 1. Undang-undang No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif
- 2. Undang-undang No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
- 3. Undang-undang No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan
- 4. Undang-undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
- 5. Undang-undang No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun
- 6. Undang-undang No. 17 Tahun 1985 tentang Ratifikasi UNCLOS
- 7. Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya
- 8. Undang-undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
- 9. Undang-undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman
10.
Undang-undang No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar budaya
11.
Undang-undang No. 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga Sejahtera
12.
Undang-undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman
13.
Undang-undang No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran
14.
dll
Undang-undang
diatas sebagian besar telah mencantumkan UULH No. 4 tahun 1982. Hingga saat ini
masih ada Undang-undang yang berlaku dan belum dicabut sehingga masih
menggunakan UU No. 4 tahun 1982.
- d. Peraturan Perundang-undangan Setelah Diadakannya KTT Bumi 1992
Beberapa
peraturan yang dikeluarkan setelah diadakannya KTT Bumi diantaranya :
- 1. Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
- 2. Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
- 3. Undang-undang No. 5 Tahun 1994 tentang Ratifikasi konvensi PBB mengenai keanekaragaman hayati
- 4. Undang-undang No. 6 Tahun 1994 tentang ratifikasi Kerangka Konvensi PBB mengenai Perubahan Iklim
- 5. Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
- 6. Undang-undang No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran
Setelah
diadakannya KTT Bumi 1992 beberapa pemikiran untuk meyempurnakan UU No. 4 tahun
1982 mulai berkembang. Saat itu Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup (KLH)
telah mendeteksi beberapa permasalahan yang mendorong perlunya penyempurnaan UU
No. 4 tahun 1982 yaitu :
- Berkembangnya perhatian masyarakat dunia tentang lingkungan hidup seperti berlangsungnya KTT Bumi di Rio de Janerio 1992.
- Masih banyaknya peraturan pelaksanaan yang belum ditindaklanjuti sehingga sering menjadi hambatan dalam penerapan UULH.
- Meningkatnya peran masyarakat yang menuntut keterbukaan dalam pengelolaan lingkungan hidup.
- Penerapan audit lingkungan yang dirasakan sangat bermanfaat dan belum mendapatkan tempat memadai dalam peraturan perundang-undangan.
- Analisis mengenai dampak lingkungan masih dilihat sebagai formalitas dalam pengelolaan lingkungan, sehingga terjadi kecenderungan meskipun studi analisis mengenai dampak lingkungan telah dibuat namun dalam kenyataan masih banyak usaha dan/atau kegiatan yang mencemarkan lingkungan.
- Kesulitan pembuktian kasus lingkungan sehingga sukar untuk dapat menerapkan ketentuan pidana ex pasal 22 UULH no. 4 tahun 1982 dan belum diaturnya tindak pidana korporasi.
Maka
pada tahun 1997 terbitlah Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Namun demikian sebenarnya UU No. 23 tahun 1997 bukanlah
merupakan penyempurnaan dari UU No. 4 tahun 1982. Hal ini dikarenakan substansi
materi UU No. 23 tahun 1997 sudah mengatur hal-hal yang bersifat
teknis.(Soetaryono:2000:16). Dengan demikian Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997
bukanlah Undang-undang payung (umbrella provisions) seperti halnya
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982.
- Peraturan Perundang-undangan Setelah Berlakunya UU No. 23 tahun 1997
Setelah
berlakunya UU ini berbagai perangkat setingkat UU juga mulai mencantumkan UU
No. 23 tahun 1997 diantaranya adalah :
- Undang-undang No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenaga Kerjaan
- Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang jasa Kontruksi
- Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan di Daerah
- Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
- Undang-undang Nomor 29 tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
- Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
- Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
- Undang-undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
- Undang-undang Nomor 27 tahun 2003 tentang Panas Bumi
- Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air
- Undang-undang nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
- Undang-undang Nomor 4 Tahun 2006 tentang Pengesahan Plant Genetic Resources for Food and Agriculture.
- Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
- Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
- Undang-undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
- Undang-undang Nomor 9 Tahun 2008 tentang Penggunaan Bahan Kimia dan Larangan Penggunaan Bahan Kimia Sebagai Senjata Kimia.
- Undang-undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
- Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah
Dll
Dengan
lahirnya Undang-undang nomor 23 tahun 1997 ini nampaknya tidak juga
menyelesaikan persoalan-persoalan yang bersifat laten seperti pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup. Setelah 12 tahun berlakunya UU ini kemudian
dievaluasi melalui tim yang ditugaskan membentuk Undang-undang baru. Adapun
hasilnya adalah sbb :
1. Mainstreaming
lingkungan hidup belum dicapai.
2.
Kebijakan pro lingkungan hidup masih merupakan harapan
3.
Masyarakat semakin sadar akan pentingnya lingkungan hidup
4.
Putusan perkara lingkungan hidup belum memuaskan
5.
Keterbatasan kewenangan kelembagaan lingkungn hidup
6.
Amdal hanya sekedar dokumen kajian.
7.
Keterbatasan kewenangan penyidik pegawai negeri sipil (ppns) dan pejabat pengawas
lingkungan hidup (pplh)
8.
Kasus lingkungan hidup di daerah sulit dilakukan penegakan hukumnya
9.
Issu lingkungan hidup di tataran internasional terus berkembang
Hasil
evaluasi ini menjadi sangat penting. Hal ini mendorong Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) periode 2004-2009 yang kemudian menggunakan hak inisiatif terutama dalam
hal penyusunan Undang-undang Lingkungan Hidup yang baru. Hasilnya adalah
terbitnya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ada beberapa pertimbangan atau alasan perlunya UU
Nomor 23 Tahun 1997 diubah/diganti diantaranya adalah :
1.
Penguatan kewenangan kelembagaan lingkungan hidup.
2.
Selama ini terjdi materi yang multi tafsir seperti :
pasal 1 angka 12 Ã defenisi pencemaran
pasal 18 (1) Ã usaha/kegiatan berdampak besar dan penting
3.
Penguatan atas kewenangan pplh dan ppns
4.
Instrumen atur dan awasi serta atur diri sendiri kurang efektif sehingga
perlu peningkatan kemampuan atas instrumen ini
5.
Amdal masih belum optimal dan diperlukan penguatan salah satu diantaranya
melalui sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi.
6.
Rumusan sanksi administrasi lemah sehingga perlu diperkuat.
7.
Dibuatkannya pidana mnimum
8.
Prinsip desentralisasi dan demokrasi perlu ditingkatkan
9
Perkembangan penyesuaian atas dinamika dan issu international
10.
Asas subsidiaritas perlu disempurnakan.
Maka
lahirnya Undang-undang ini menjadi sangat penting. Maka periode baru muncul
yaitu periode UUPPLH nomor 32 Tahun 2009.
- Peraturan Perundang-undangan Setelah Berlakunya UU No. 32 tahun 2009
Ada
beberapa peraturan yang berlaku dalam periode ini diantaranya :
- Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Benda Cagarbudaya.
- Undang-undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Holtikultura
- Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman
- dll
Namun
sebagai catatan terpenting adalah hingga tahun 2011 yang akan berakhir,
nampaknya peraturan pelaksanaan dari Undang-undang ini yang berupa Peraturan
Pemerintah (PP) belum satupun yang terbit. Akan tetapi beberapa peraturan
dibawahnya sudah diterbitkan baik berupa Peraturan Menteri (Permen) maupun
Keputusan Menteri (Kep Men).
Terlepas
dari kendala diatas, Undang-undang LH yang baru ini nampak lebih keras dan
terkesan tegas. Perangkat UU ini juga telah memberikan berbagai bentuk
instrumen baru yang muncul dan berkembang sesuai dengan dinamika lingkungan
hidup yang terus berkembang seiring dengan kebutuhan zaman.
VI.
KETENTUAN-KETENTUAN YANG DIATUR DALAM BERBAGAI UNDANG-UNDANG LINGKUNGAN HIDUP
4.1.
Undang-undang nomor 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
Merupakan
undang-undang lingkungan hidup pertama yang lahir di Republik Indonesia sejak
kemerdekaan. Adapun pertimbangan lahirnya UU ini diantaranya :
- bahwa lingkungan hidup Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada Bangsa Indonesia, merupakan ruang bagi kehidupan Bangsa Indonesia dalam segala aspek dan matranya sesuai dengan Wawasan Nusantara;
b.
bahwa dalam mendayagunakan
sumber daya alam untuk memajukan kesejahteraan umum seperti termuat dalam
Undang-Undang Dasar 1945 dan untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan
Pancasila, perlu diusahakan pelestarian kemampuan lingkungan hidup yang serasi
dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan dilaksanakan
dengan kebijaksanaan terpadu dan menyeluruh serta memperhitungkan kebutuhan
generasi sekarang dan mendatang;
c.
bahwa kebijaksanaan melindungi dan mengembangkan lingkungan hidup dalam
hubungan kehidupan antar bangsa adalah sesuai dan selaras dengan perkembangan
kesadaran lingkungan hidup umat manusia;
d.
bahwa dalam rangka mengatur pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan
kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh, perlu ditetapkan
undang-undang yang meletakkan ketentuan-ketentuan pokok untuk menjadi landasan
bagi pengelolaan lingkungan hidup;
Beberapa
definisi dalam Undang-undang ini diantaranya :
- Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya;
2.
Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu dalam pemanfaatan, penataan,
pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan, dan pengembangan lingkungan
hidup;
3.
Ekosistem adalah tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap unsur
lingkungan hidup yang saling mempengaruhi;
4.
Daya dukung lingkungan adalah kemampuan lingkungan untuk mendukung
perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya;
5.
Sumber daya adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya
manusia, sumber daya alam hayati, sumber daya alam nonhayati, dan sumber daya
buatan;
6.
Baku mutu lingkungan adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau
komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang adanya
dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup;
7.
Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,
energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan
lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas
lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi
kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya;
8.
Perusakan lingkungan adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau
tidak langsung terhadap sifat-sifat fisik dan atau hayati lingkungan, yang
mengakibatkan lingkungan itu kurang atau tidak berfungsi lagi dalam menunjang
pembangunan yang berkesinambungan;
9.
Dampak lingkungan adalah perubahan lingkungan yang diakibatkan oleh suatu
kegiatan;
10.
Analisis mengenai dampak lingkungan adalah hasil studi mengenai dampak suatu
kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup, yang diperlukan bagi
proses pengambilan keputusan;
11.
Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam yang menjamin
pemanfaatannya secara bijaksana dan bagi sumber daya terbaharui menjamin
kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas
nilai dan keanekaragamannya;
12.
Lembaga swadaya masyarakat adalah organisasi yang tumbuh secara swadaya, atas
kehendak dan keinginan sendiri, di tengah masyarakat, dan berminat serta bergerak
dalam bidang lingkungan hidup;
13.
Pembangunan berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan berencana menggunakan
dan mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang
berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup;
14.
Menteri adalah Menteri yang ditugaskan mengelola lingkungan hidup.
Isi
dari UU ini hanya 9 Bab dan 24 Pasal yang mana Bab-bab tersebut berisi
ketentuan :
Bab I : Ketentuan
umum
Bab II : Asas dan tujuan
Bab III : Hak, Kewajiban dan
Wewenang
Bab IV : Perlinduingan
Lingkungan Hidup
Bab
V
: Kelembagaan
Bab VI : Ganti Kerugian dan
Biaya Pemulihan
Bab VII : Ketentuan Pidana
Bab VIII : Ketentuan Peralihan
Bab IX : Ketentuan Penutup
Undang-undang
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan hidup ini memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
a.
Sederhana tetapi dapat mencakup kemungkinan perkembangan di masa depan, sesuai
dengan keadaan, waktu, dan tempat;
b.
mengandung ketentuan-ketentuan pokok sebagai dasar bagi peraturan peranannya
lebih lanjut,
c.
mencakup semua segi di bidang lingkungan hidup, agar dapat menjadi dasar bagi
pengaturanlebih lanjut masing-masing segi, yang akan dituangkan dalam bentuk
peraturan tersendiri.
Selain
daripada itu, undang-undang ini akan menjadi landasan untuk menilai dan
menyesuaikan semua peraturan perundang-undangan yang memuat ketentuan tentang
segi-segi lingkungan hidup yang kini telah berlaku yaitu peraturan
perundang-undangan mengenai pengairan, pertambangan dan energi, kehutanan,
perlindungan dan pengawetan alam, industri, pemukiman, tata ruang, tata guna tanah,
dan lainnya.
Dengan
demikian semua peraturan perundang-undangan tersebut di atas dapat terangkum
dalam satu sistem hukum lingkungan Indonesia.
4.2.
Undang-undang nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Untuk
melaksanakan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup maka dibuat perangkat hukum
sebagai dasar. Perangkat hukum ini berbentuk undang-undang yaitu Undang-undang
No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Isi dari undang-undang
ini terdiri dari 11 bab dan 52 Pasal yaitu sbb :
Bab
I : Ketentuan Umum
Bab
II : Asas, Tujuan Dan
Sasaran
Bab
III : Hak, Kewajiban Dan Peran
Masyarakat
Bab
IV : Wewenang Pengelolaan Lingkungan
Hidup
Bab
V : Pelestarian Fungsi
Lingkungan Hidup
Bab
VI : Persyaratan Penaatan Lingkungan
Hidup
Bab
VII : Penyelesaian Sengketa Lingkungan
Hidup
Bab
VIII : Penyidikan
Bab
IX : Ketentuan Pidana
Bab
X
: Ketentuan Peralihan
Bab
XI : Ketentuan Penutup
Pertimbangan
dikeluarkannya undang-undang ini sbb :
- Lingkungan Hidup Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa
- Penggunaan sumberdaya alam untuk kesejahteraan masyarakat melalui Pembangunan Berkelanjutan
- Undang-undang ini dibuat untuk melaksanakan Pengelolaan lingkungan hidup
- Undang-undang ini juga memperhatikan norma hukum internasional dan tingkat kesadaran global
- Undang-undang ini merupakan penyempurnaan UU No. 4/1982
Ketentuan-ketentuan
dalam Undang-undang ini sebagai berikut :
Bab
I Ketentuan Umum
Pasal
1 : Beberapa definisi seperti definisi Lingkungan Hidup, Pengelolaan LH,
Pembangunan Berkelanjutan, Ekosistem, Pelestarian Fungsi LH, Daya Dukung, Daya
Tampung, Baku mutu Lingkungan, B3, Amdal Dll
Pasal
2 : Ruang Lingkup
Bab
II Asas, Tujuan Dan Sasaran
Pasal
3 : Asas Tanggungjawab Negara, Berkelanjutan Dan Manfaat. Tujuannya Tercapai
Pembangunan berkelanjutan Dan Pembangunan Manusia Seutuhnya Dan Beriman Dan
Taqwa Kepada Tuhan YME.
Pasal
4 :Ada 6 Sasaran pengelolaan lingkungan hidup yaitu : Keseimbangan,
Sikap, Generasi Kini Dan Mendatang, Kelestarian LH, Pengendalian Dan
Perlindungan.
Bab
III Hak, Kewajiban Dan Peran Masyarakat
Pasal
5 : (1) Hak Yang Sama Atas Lh Yang Baikdan Sehat, (2) Hak Atas Informasi, (3)
Hak Berperan
Pasal
6 : (1) Kewajiban Memelihara, Mencegah Dan Menanggulangi kerusakan dan
pencemaran LH(2) Kewajiban Memberikan Informasi
Pasal
7 : (1) Kesempatan Yang Sama Untuk Berperan (2) Ada 5 Cara : Keberdayaan,
Kemampuan, Ketanggapsegeraan, Berpendapat, Informasi.
Bab
IV Wewenang Pengelolaan LH
Pasal
8 : (1) Sumberdaya alam dikuasai Negara Dan Diatur (2)5 Pengaturan :
Kebijaksanaan, Peruntukan, Hubungan Hukum,Pengendalian, Pendanaan. (3) Diatur
Melalui Peraturan Pemerintah
Pasal
9 : (1) Penetapan Kebijaksanaan Nasional (2) Keterpaduan Tupoksi (3)Keterpaduan
Permasalahan (4)Keterpaduan Perencanaan Dan Permasalahan.
Pasal
10 : 9 Kewajiban Pemerintah : Mewujudkan Kesadaran Dan Tanggungjawab Pengambil
Keputusan, Hak Dan Tanggungjawab Masyarakat, Kemitraan, Penerapan Kebijakan
Nasional, Penerapan 3 Perangkat, Teknologi Akrab Lingkungan, Litbang,
Informasi, Penghargaan.
Pasal
11 : (1) Kewenangan Nasional : Menteri (2)Keppres Tupoksi.
Pasal
12 : (1)Perwujudannya elimpahan
Wewenang Tertentu, Mengikutsertakan Peran Pemda. (2) akan diatur melalui
peraturan perundang-undangan.
Pasal
13 (1)Penyerahan Sebagian Urusan(2)Ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah (PP)
Bab
V Pelestarian Fungsi LH
Pasal
14 (1) :Larangan Melanggar Baku Mutu Lingkungan dan Baku Kerusakan Lingkungan
(2)Ketentuan Baku mutu lingkungan akan diatur Peraturan Pemerintah (PP)
(3)Ketentuan Baku Kerusakan Lingkungan diatur PP
Pasal
15 (1) Wajib Amdal (2)Ditetapkan PP
Pasal
16 : (1) Kewajiban Pengelolaan Limbah (2)Dapat Menyerahkan Pihak Lain (3)Akan
Diatur PP
Pasal
17 : (1) Kewajiban Pengelolaan B3(2)Menghasilkan – Membuang(3) Akan diatur PP
Bab
VI Persyaratan Penaatan LH
Bagian
I : Perizinan
Pasal
18 : (1) Wajib Amdal Untuk Memperoleh Izin (2) Oleh Pejabat Yang Berwenang Dan
(3) Mencantumkan Persyaratan Dan Kewajiban Melakukan Upaya Pengendalian Dampak
Lingkungan
Pasal
19 : (1) Dikeluarkannya Izin akan memperhatikan : Rencana Tata Ruang, Pendapat
Masyarakat Dan Pertimbangan/Rekomendasi Pejabat Berwenang. (2) Keputusan Izin
Wajib Diumumkan.
Pasal
20 : (1)Tanpa Izin Dilarang Membuang Limbah B3 (2) Dari Luar Jurisdiksi (3)
Kewenangan Menteri (4) Lokasi Pembuang Limbah B3 Oleh Menteri (5) Puu
Pasal
21 : Larangan Impor Limbah B3
Bagian
II : Pengawasan
Pasal
22 : (1) Pengawasan Menteri (2) Ditunjuk Pejabat Berwenang(3) Pemda Menunjuk
Pejabat.
Pasal
23 : Pembentukan Lembaga Khusus Pengawasan.
Pasal
24 : (1) Tugas Pengawas (2) Kewajiban Penanggungjawab Usaha (3) Kewajiban
Memperlihatkan Surat Tugas Dan Memperhatikan Situasi Dan Kondisi
Bagian
III : Sanksi Administrasi
Pasal
25 : (1) Paksaan Pemerintah Daerah (2) Bupati/Walikota (3) Pihak Ketiga Boleh
Mengajukan.(4) Didahulukan Oleh Surat Perintah (5) Penyelematan, Penanggulangan
Dan/Atau Pemulihan Dapat Diganti Pembayaran Sejumlah Uang Tertentu
Pasal
26 : (1)Tata Cara Beban Biaya Dan Penagihan Diatur Puu (2) Upaya Hukum Menurut
Puu.
Pasal
27 : (1) Pencabutan Izin (2)Usulan Kepala Daerah (3) Pihak Berkepentingan.
Bagian
IV : Audit Lingkungan Hidup
Pasal
28 : Dorongan Pemerintah terhadap Audit Lingkungan
Pasal
29 : (1) Kewenangan Menteri Untuk Audit (2)Kewajiban Melaksanakan Perintah
Audit (3) Pihak Ketiga Melaksanakan Audit (4) Beban Biaya Audit Ditetapkan
Menteri (5) Menteri Mengumumkan Hasil Audit.
Bab
VII : Penyelesaian Sengketa
Lingkungan Hidup
Bagian
I : Umum
Pasal
30 : (1) Pengadilan Atau Di Luar Pengadilan Berdasarkan Pilihan Sukarela (2)
Tidak Berlaku Thd Tindak Pidana Lingkungan (3) Dapat Ditempuh Melalui
Pengadilan Apabila Di Luar Pengadilan Gagal.
Bagian
II : Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan
Pasal
31 : Kesepakatan Bentuk Dan Besarnya Ganti Rugi Dan Jaminan Tidak Terulangnya
Dampak Negatif
Pasal
32 : Penggunaan Jasa Pihak Ketiga.
Pasal
33 : (1) Pembentukan Lembaga Penyedia Jasa Sengketa Lh (2) Diatur Pp
Bagian
III : Penyelesaian Sengketa Lh Melalui Pengadilan
Paragraf
1 : Ganti Rugi
Pasal
34 : (1) Perbuatan Melanggar Hukum Membayar Ganti Rugi/Tindakan Tertentu. (2)
Pembayaran Uang Paksa Setiap Hari Keterlambatan Berdasarkan Ketetapan Hakim.
Paragraf
2 : Tanggungjawab Mutlak
Pasal
35 : (1) Penanggungjawab Usaha Yang Kegiatanya Berdampak Besar Dan Penting Yg
Menggunakan B3/Limbah B3 Langsung Dan Seketika Membayar Ganti Rugi Pd Saat
Terjadinya Pencemaran (2) Dibebaskan Dng Pembuktian Adanya Bencana
Alam/Peperangan, Di Luar Kemampuan Manusia, Tindakan Pihak Ketiga. (3) Pihak
Ketiga Wajib Membayar Ganti Rugi.
Paragraf
3 : Daluwarsa Untuk Pengajuan Gugatan
Pasal
36 : (1) Kuhp (2)Tidak Berlaku Bagi Kegiatan B3/Limbah B3
Paragraf
4 : Hak Masyarakat Dan Organisasi Lh Untuk Mengajukan Gugatan.
Pasal
37 : (1) Hak Mengajukan Gugatan Perwakilan/Melapor Ke Penagak Hukum (2) Jika
Mempengaruhi Kehidupan Pokok Masyarakat Instansi Pemerintah Dapat Bertindak
Untuk Kepentingan Masyarakat.(3) Pp
Pasal
38 : (1) Hak Organisasi Lh Atas Dasar Pola Kemitraan (2) Hak Melakukan Tindakan
Tertentu Tanpa Tuntutan Ganti Rugi (3) Syarat : Berbadan Hukum, Ad Secara Tegas
Untuk Kepentingan Pelestarian Lh Dan Melaksanakan Ad.
Pasal
39 : Tata Cara Gugatan Berdasarkan Kuhap.
Bab
VIII : Penyidikan
Pasal
40 : (1) Ppns (2)Kewenangan Ppns (3)Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (4)Ppns
Menyampaikan Hasil Penyidikan Kepada Penuntut Umum Melalui Polisi.(5) Zee
Berdasarkan Puu
Bab
IX : Ketentuan Pidana
Pasal
41 : (1) Dengan Sengaja Melawan Hukum Pidana Penjara 10 Tahun Dan Denda Paling
Banyak Lima Ratus Juta Rupiah (2) Menyebabkan Mati Atau Luka Berat Pidana
Penjara 15 Tahun Dan Denda Paling Banyak Tujuh Ratus Lima Puluh Juta Rupiah.
Pasal
42 : (1) Karena Kealpaan Pidana Penjara 3 Tahun Dan Denda Seratus Juta Rupiah
(2) Mengakibatkan Mati/Luka Berat Pidana Penajara 5 Tahun Dan Denda Seratus
Lima Puluh Juta Rupiah.
Pasal
43 : (1) Melanggar Ketentuan Peruu-An, Karena Sengaja, Berkaitan Dengan B3
Pidana Penjara 6 Tahun Dan Denda Tigaratus Juta Rupiah (2) Pidana Sama Bagi
Informan Palsu/Menyembunyikan/Merusak Informasi (3) Mengakibatkan Mati Atau
Luka Berat Pidana Penjara 9 Tahun Dan Denda Empatratus Limapuluh Juta Rupiah.
Pasal
44 : (1) Melanggar Peruu-An, Karena Kealpaan Pidana Penjara 3 Tahun Dan Denda
Seratus Juta Rupiah.(2) Menyebabkan Mati Atau Luka Berat Pidana Penjara 5 Tahun
Atau Denda Seratus Lima Puluh Juta Rupiah.
Pasal
45 : Dilakukan Oleh Suatu Badan Hukum, Perseroan, Perserikatan, Yayasan Atau
Organisasi Lain Diperberat Sepertiga.
Pasal
46 : (1)Yang Memberi Perintah Atau Yang Bertindak Sebagai Pemimpin (2)Hubungan
Kerja Atau Hubungan Lain (3)Panggilan Untuk Menghadap Ditujukan Kepada Pengurus
Di Tempat Tinggal Atau Temapt Melakukan Pekerjaan Yang Tetap.(4) Jika
Diwakilkan Hakim Dapat Memerintahkan Pengurus Menghadap Sendiri.
Pasal
47 : Selain Kuhp Dan Uu Ini Dapt Dikenakan Tin Dakan Tata Tertib :
Perampasan Keuntungan, Penutupan Seluruh Atau Sebagian, Perbaikan, Mengerjakan
Apa Yang Dilalaikan, Meniadakan Apa Yang Dilalaikan Dan Menempatkan Perusahaan
Dibawah Pengampuan Palinglama 3 Tahun.
Pasal
48 : Tindak Pidana Dalam Bab Ini Adalah Kejahatan.
Bab
X : Ketentuan Peralihan
Pasal
49 : (1) Selambat-Lambatnya 5 Tahun Sejak UU Ini Setiap Usaha/Kegiatan Telah
Memiliki Izin Dan Wajib Menyesuaikan, (2) Dilarang Menerbitkan Izin Usaha
/Kegiatan Menggunakan Limbah B3 Yang Diimpor.
Bab
XI : Ketentuan Penutup
Pasal
50 : UU lain tetap berlaku sepanjang Tidak Bertentangan Dan Belum Diganti.
Pasal
51 : Mencabut UU No. 4/1982.
Pasal
52 : Mulai Berlaku Sejak Diundangkan Dan Penempatan Pada Lembar Negara.
4.3.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
Undang-undang
ini diterbitkan sebagai pengganti dari Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997. Ada
beberapa catatan dari undang-undang baru ini diantaranya :
n
Perubahan nomenklature dari UU PLH menjadi UUPPLH
n
Jumlah pasal dari 52 pasal menjadi 127 pasal
n
Adanya asas kehati-hatian, keadilan, ekoregion, keanekaragaman hayati, pencemar
harus membayar,parisipatif, kearifan lokal, tata kelola pemerintahan yang baik dan
otonomi daerah
n
Ruang lingkup UU : perencanaan, pemanfaatan, pengendalian,pemeliharaan,
pengawasan, penegakan hukum.
n
Adanya penyusunan RPPLH (nasional, provinsi, kab/kota)
Penetapan
wilayah ekoregion
n
Adanya berbagai instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan LH :
kewajiban KLHS, UKL-UPL,AMDAL, peraturan perundang-undangan, anggaran, analisis
resiko LH dll
n
Kewajiban sertifikasi Amdal
n
Pemeliharaan Lingkungan Hidup : Pencadangan SDA
n
Dumping
n
Sistem Informasi LH
n
Pembagian kewenangnan secara detail
n
Perjuangan atas hak LH yang sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun
perdata
n
Larangan memasukan B3 (yang dilarang)
n
Larangan melepaskan produk rekayasa genetika tanpa izin atau yang melanggar UU
n
Larangan pembukaan lahan dengancara membakar
n
Larangan menyusun amdal tanpa memiliki sertifikasi
n
Larangan memberikan info palsu, merusak, menyesatkan dan menghilangkan
informasi
n
Adanya pejabat pengawas LH yang merupakan pejabat fungsional.
n
Kewenangan Menteri melakukan pengawasan terhadap izin daerah
n
Sanksi administratif : Pembekuan izin lingkungan
n
Penetapan pengadilan dalam pebayaran uang paksa setiap hari keterlambatan, atas
pelaksanaan putusan pengadilan
n
Tenggat kadaluarsa pengajuan gugatan
n
Hak gugat pemerintah pusat dan daerah
n
Hak gugat putusan tata usaha negara
Peningkatan
kewenanganan PPNS
n
Alat bukti tindak pidana lingkungan
n
Tindakan pidana sebagai kejahatan
n
Perbuatan tindak pidana (sengaja) paling singkat 3 – 5 tahun atau paling
sedikit 3 – 5 miliyar. (lalai) paling singkat 1-3 tahun atau 1-3 miliyar
n
Tindak pidana lainnya dikenakan bagi yang mengedarkan produk rekayasa genetika,
pengelolaan limbah B3 tanpa izin, menghasilan limbah B3 tapi tidak dikelola,
dumping limbah dan memasukan limbah dan limbah B3 serta B3, pembakaran lahan,
kegiatan tanpa izin lingkungan,menyusuna amdal tanpa memiliki sertifikasi,
pejabat pemberi izin tanpa dilengkapi amdal, ukl/upl dan izin usaha tanpa
lingkungan, pejabtat berwenang yang sengaja tidak melakukan pengawasan,
setipa orang memberikan informasi palsu, menyesatkan dll, tidak melaksanakan
paksaan pemerintah, yang menghalang-halangi Pejabat PLH, PPNS
n
Izin usaha dimiliki tapi belum ada amdal wajib audit lingkungan (2 tahun)
n
Izin usaha dimiliki tapi belum ada UKL UPL wajib DPL (2 Tahun)
n
Wajib memiliki sertifikasi amdal penyusun (1 tahun)
n
Wajib memiliki sertifikasi kompetensi auditor (1 tahun)
n
Kweajiban integrasi izin PLH ke dalam izin lingkungan (1 tahun)
n
PP paling lama 1 tahun segera dibuat
Secara
Umum gambaran dari undang-undang ini sebagai berikut :
Konsideran
Bab
I : Ketentuan Umum
Bab
II : Asas, Tujuan dan
Ruang Lingkup
Bab
III : Perencanaan
Bab
IV : Pemanfaatan
Bab
V
: Pengendalian
Bab
VI : Pemeliharaan
Bab
VII : Pengelolaan B3 serta Limbah B3
Bab
VIII : Sistem Informasi
Bab
IX : Tugas dan Wewenang
Pemerintah dan Pemerintah Daerah
Bab
X
: Hak, Kewajiban dan
Larangan
Bab
XI : Peran Masyarakat
Bab
XII : Pengawasan dan Sanksi
Administrasi
Bab
XIII : Penyelesaian Sengketa LH
Bab
XIV : Penyidikan dan Pembuktian
Bab
XV : Ketentuan Pidana
Bab
XVI : Ketentuan Peralihan
Bab
XVII : Ketentuan Penutup
Penjelasan
Dalam
konsideran undang-undang ini dinyatakan :
a)
LH sebagai Hak Asasi Manusia
b)
Pembangunan ekonomi berprinsip PBL
c)
Semangat otonomi daerah yang mengubah hubungan dan kewenangna
d)
Kualitas LH semakin menurun dan mengancam
e)
Pemanasan global semakin meningkat
f)
Agar menjamin kepastian hukum dan perlindungan hak atas LH maka dilakukan
pembaruan UU No. 23/1997
Sedangkan
beberapa definisi yang tercantum dalam undang-undang ini diantaranya :
1)
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah
upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian,
pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
2)
Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana
yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi
pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan,
kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa
depan.
3)
Rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang
selanjutnya disingkat RPPLH adalah perencanaan tertulis yang memuat potensi,
masalah lingkungan hidup, serta upaya perlindungan dan pengelolaannya dalam
kurun waktu tertentu.
4)
Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan
hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan
antarkeduanya.
5)
Tidak ada definisi pelestarian daya dukung LH
6)
Tidak ada definisi pelestaraian daya tampung LH
7)
Sumber daya alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya
hayati dan nonhayati yang secara keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem
8)
Kajian lingkungan hidup strategis, yang selanjutnya
disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan
partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah
menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau
kebijakan, rencana, dan/atau program.
9)
Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yang selanjutnya
disebut Amdal, adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau
kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
10)
Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, yang
selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha
dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
dan/atau kegiatan.
11)
Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,
energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia
sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
12)
Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran batas perubahan sifat
fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang dapat
ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap melestarikan
fungsinya.
13)
Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang yang menimbulkan
perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia,
dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup.
14)
Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan/atau tidak langsung
terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
15)
Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam untuk menjamin
pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan ketersediaannya dengan
tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya.
16)
Perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak
langsung oleh aktivitas manusia sehingga menyebabkan perubahan komposisi
atmosfir secara global dan selain itu juga berupa perubahan variabilitas iklim
alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan.
17)
Bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat,
energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan
dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.
18)
Limbah bahan berbahaya dan beracun, yang selanjutnya disebut Limbah B3, adalah
sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.
19)
Pengelolaan limbah B3 adalah kegiatan yang meliputi pengurangan, penyimpanan,
pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan.
20)
Dumping (pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan
limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu
dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu.
21)
Sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang
timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampak pada lingkungan
hidup.
22)
Organisasi lingkungan hidup adalah kelompok orang yang terorganisasi dan
terbentuk atas kehendak sendiri yang tujuan dan kegiatannya berkaitan
dengan lingkungan hidup.
23)
Audit lingkungan hidup adalah evaluasi yang dilakukan untuk
menilai ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap
persyaratan hukum dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah.
24)
Ekoregion adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah,
air, flora, dan fauna asli, serta pola interaksi manusia dengan alam yang
menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan hidup.
25)
Kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan
masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara
lestari.
26)
Masyarakat hukum adat adalah kelompok masyarakat yang secara turun temurun
bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal usul
leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem
nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum.
27)
Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan usaha,
baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
28)
Instrumen ekonomi lingkungan hidup adalah seperangkat kebijakan ekonomi untuk
mendorong Pemerintah, pemerintah daerah, atau setiap orang ke arah pelestarian
fungsi lingkungan hidup.
29)
Ancaman serius adalah ancaman yang berdampak luas terhadap lingkungan hidup dan
menimbulkan keresahan masyarakat.
30)
Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan
usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha
dan/atau kegiatan.
31)
Izin usaha dan/atau kegiatan adalah izin yang diterbitkan oleh instansi teknis
untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan.
32)
Pemerintah pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
33)
Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.
34)
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
VII.
ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL) DALAM PERANGKAT UNDANG-UNDANG YANG
BARU
Dalam
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 kewajiban AMDAL diatur dalam Pasal 22 :
(1)
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan
hidup wajib memiliki amdal.
(2)
Dampak penting ditentukan berdasarkan kriteria:
a.
besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau
kegiatan;
b.
luas wilayah penyebaran dampak;
c.
intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d.
banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
e.
sifat kumulatif dampak;
f.
berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau
g.
kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sedangkn
kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting yang wajib dilengkapi
dengan amdal terdiri atas: (Pasal 23)
a.
pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
b.
eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun yang tidak
terbarukan;
c.
proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan kemerosotan sumber daya alam
dalam pemanfaatannya;
d.
proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam,
lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;
e.
proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian kawasan
konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar budaya;
f.
introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan jasad renik;
g.
pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati;
h.
kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan/atau mempengaruhi pertahanan negara;
dan/atau
i.
penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk
mempengaruhi lingkungan hidup.
Dalam
UU ini dokumen amdal merupakan dasar penetapan keputusan kelayakan
lingkungan hidup. Selain itu Dokumen amdal memuat:
a.
pengkajian mengenai dampak rencana usaha dan/atau kegiatan;
b.
evaluasi kegiatan di sekitar lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan;
c.
saran masukan serta tanggapan masyarakat terhadap rencana usaha dan/atau
kegiatan;
d.
prakiraan terhadap besaran dampak serta sifat penting dampak yang terjadi jika
rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut dilaksanakan;
e.
evaluasi secara holistik terhadap dampak yang terjadi untuk menentukan
kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup; dan
f.
rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
Sedangkan
keterlibatan dan peran serta masyarakat dalam UU ini diatur dalam Pasal 26 yang
menyatakan :
(1)
Dokumen amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 disusun oleh pemrakarsa
dengan melibatkan masyarakat.
(2)
Pelibatan masyarakat harus dilakukan berdasarkan prinsip pemberian informasi
yang transparan dan lengkap serta diberitahukan sebelum kegiatan dilaksanakan.
(3)
Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.
yang terkena dampak;
b.
pemerhati lingkungan hidup; dan/atau
c.
yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam prosesamdal.
Selain
itu masyarakat dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen amdal.
Mengenai
kompetensi penyusun AMDAL diatur dalam Pasal 28 yang menyatakan :
(1)
Penyusun amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 27 wajib
memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal.
(2)
Kriteria untuk memperoleh sertifikat kompetensi penyusun amdal sebagaimana
dimasud pada ayat (1) meliputi:
a.
penguasaan metodologi penyusunan amdal;
b.
kemampuan melakukan pelingkupan, prakiraan, dan evaluasi dampak serta
pengambilan keputusan; dan
c.
kemampuan menyusun rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
(3)
Sertifikat kompetensi penyusun amdal iterbitkan oleh lembaga sertifikasi
kompetensi penyusun amdal yang ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Penilaian
dokumen Amdal diatur dalam Pasal 29 yang menyatakan :
(1)
Dokumen amdal dinilai oleh Komisi Penilai Amdal yang dibentuk oleh Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(2)
Komisi Penilai Amdal wajib memiliki lisensi dari Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(3)
Persyaratan dan tatacara lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dengan Peraturan Menteri.
Keanggotaan
komisi Amdal diatur dalam Pasal 30 yang menyatakan :
(1)
Keanggotaan Komisi Penilai Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 terdiri
atas wakil dari unsur:
a.
instansi lingkungan hidup;
b.
instansi teknis terkait;
c.
pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengan jenis usaha dan/atau kegiatan
yang sedang dikaji;
d.
pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengan dampak yang timbul dari suatu
usaha dan/atau kegiatan yang sedang dikaji;
e.
wakil dari masyarakat yang berpotensi terkena dampak; dan
f.
organisasi lingkungan hidup.
(2)
Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Penilai Amdal dibantu oleh tim teknis
yang terdiri atas pakar independen yang melakukan kajian teknis dan
sekretariat yang dibentuk untuk itu.
(3)
Pakar independen dan sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan
oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Beberapa
ketentuan lain diatur dalam beberapa pasal diantaranya :
Pasal
31
Berdasarkan
hasil penilaian Komisi Penilai Amdal, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
menetapkan keputusan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup sesuai
dengan kewenangannya.
Pasal
32
(1)
Pemerintah dan pemerintah daerah membantu penyusunan amdal bagi usaha dan/atau
kegiatan golongan ekonomi lemah yang berdampak penting terhadap lingkungan
hidup.
(2)
Bantuan penyusunan amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa fasilitasi,
biaya, dan/atau penyusunan amdal.
(3)
Kriteria mengenai usaha dan/atau kegiatan golongan ekonomi lemah diatur dengan
peraturan perundang-undangan.
Dalam UU ini diatur juga
mengenai UKL dan UPL. Ketentuan mengenai UKL dan UPL dan SPPL diatur dalam
Pasal 34-35 yang menyatakan :
Pasal
34
(1)
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib amdal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) wajib memiliki UKL-UPL.
(2)
Gubernur atau bupati/walikota menetapkan jenis usaha dan/atau kegiatan yang
wajib dilengkapi dengan UKL-UPL.
Pasal
35
(1)
Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi UKL-UPL sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) wajib membuat surat pernyataan kesanggupan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
(2)
Penetapan jenis usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan berdasarkan kriteria:
a.
tidak termasuk dalam ketegori berdampak penting sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 ayat (1); dan
b.
kegiatan usaha mikro dan kecil.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai UKL-UPL dan surat pernyataan kesanggupan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup diatur dengan peraturan Menteri.
Berdasarkan
Undang-undang No. 32 Tahun 2009 khususnya Pasal 33 menyatakan :
Ketentuan
lebih lanjut mengenai amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 sampai dengan
Pasal 32 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Dengan
berlakunya Undang-undang nomor 32 Tahun 2009, hingga saat ini belum terbit
peraturan yang lebih operasional yaitu Peraturan Pemerintah. Namun dengan
kondisi tersebut maka Peraturan Pemerintah yang berlaku saat ini dan diakui
keberadaannya adalah Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999.
VIII.
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 27 TAHUN 1999 (telah dicabut)
Adapun
isi dari PP ini adalah sbb :
Bab
I Ketentuan Umum
Pasal
1-7
Bab
II Komisi Penilai Amdal
Pasal
8 -13
Bab
III Tata Laksana
Pasal
14 – 27
Bab
IV Pembinaan
Pasal
28 – 31
Bab
V Pengawasan
Pasal
32
Bab
VI Keterbukaan Informasi Dan Peran Masyarakat
Pasal
33 – 35
Bab
VII Pembiayaan
Pasal
36 – 38
Bab
VIII Ketentuan Peralihan
Pasal
39
Bab
IX Ketentuan Penutup
Pasal
40 – 42
Menurut
Pasal Secara umum dampak lingkungan dapat terjdi dari kegiatan sbb :
n
Pengubahan Bentuk Lahan Dan Bentang Alam
Misalnya
: Pembuatan Jalan, Bendungan/Dam, Jalan Kereta Api.
n
Eksploitasi Sumberdaya Alam Baik Yang Terbaharui Maupun Yang Tak Terbaharui
Misalnya
:Kegiatan Pertambangan Dan Eksploitas Hutan
n
Proses Dan Kegiatan Yang Secara Potensial Dapat Menimbulkan Pemborosan,
Pencemaran, Kerusakan Lingkungan Hidup, Serta Kemerosotan Sumber Daya Alam
Dalam Pemanfaatannya.
Misalnya
: Pemanfaatan Tanah Yang Tidak Diikuti Dengan Usaha Konservasi Dan
Penggunaan Energi Yang Tidak Diikuti Dengan Teknologi Yang Dapat Mengefesiensikan
Pemakaiannya
n
Proses Dan Kegiatannya Yang Hasilnya Dapat Mempengaruhi Lingkungan Alam,
Lingkungan Buatan, Serta Lingkungan Sosial Dan Budaya.
Misalnya
: Kegiatan Yang Menimbulkan Perubahan Atau Pergeseran Struktur Tata Nilai,
Pandangan Dan/Atau Cara Hidup Masyarakat Setempat.
n
Proses Dan Kegiatan Yang Hasilnya Dapat Mempengaruhi Pelestarian Kawasan
Konservasi Sumberdaya Alam Dan/Atau Perlindungan Cagar Budaya
Misalnya
: Kegiatan Yang Proses Dan Hasilnya Menimbulkan Pencemaran, Kerusakan Kawasan
Konservasi Alam, Atau Pencemaran Benda Cagar Budaya
n
Introduksi Jenis Tumbuh-Tumbuhan , Jenis Hewan Dan Jasad Renik.
Misalnya
: Introduksi Suatu Jenis Tumbuh-Tumbuhan Baru Atau Jasad Renik (Mikro
Organisme) Yang Dapat Menimbulkan Jenis Penyakit Baru Terhadap Tanaman,
Introduksi Suatu Jenis Hewan Baru Dapat Mempengaruhi Kehidupan Hewan Yang Telah
Ada.
n
Pembuatan Dan Penggunaan Bahan Hayati Dan Non Hayati.
Misalnya
: Penggunaan Bahan Hayati Dan Non Hayati Mencakup Pula Pengertian Pengubahan
n
Penerapan Teknologi Yang Diperkirakan Mempunyai Potensi Besar Untuk
Mempengaruhi Lingkungan Hidup
Misalnya
: Penerapan Teknologi Yang Dapat Menimbulkan Dampak Negatif Terhadap Kesehatan.
n
Kegiatan Yang Mempunyai Resiko Tinggi Dan/Atau Mempengaruhi Pertahanan Negara.
Ada
3 tipe kegiatan AMDAL yaitu :
1.
Usaha Dan/Atau Kegiatan Tunggal
Hanya
Satu Jenis Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Kewenangan Pembinaanya Dibawah Satu
Instansi Yang Membidangi Usaha Dan/Atau Kegiatan.
Contoh
: – Proyek Pembangunan Jalan Kereta Api (Departemen Perhubungan)
2.
Usaha Dan/Atau Kegiatan Terpadu
Hasil
Kajian Mengenai Dampak Besar Dan Penting Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Terpadu
Yang Direncanakan Terhadap Lingkungan Hidup Dan Melibatkan Lebih Dari Satu
Instansi Yang Membidangi Kegiatan Yang Dimaksud.
Contoh
: – Proyek Pembangunan Pabrik Pulp And Paper Dengan Hph, Pembuatan Jalan Raya,
Pelabuhan Laut, Pemukiman Dan PLTU.
3.
Usaha Dan/Atau Kegiatan Kawasan
Hasil
Kajian Mengenai Dampak Besar Dan Penting Usaha Dan/Atau Kegiatan Terhadap
Lingkungan Hidup Dalam Satu Kesatuan Hamparan Ekosistem Zona Pengembangan
Wilayah/Kawasan Sesuai Dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Dan/Atau Tata Ruang
Kawasan.
Contoh : – Kawasan Industri
Untuk
lebih mempertegas kembali kriteria/jenis usaha wajib Amdal atau bukan maka PP
ini selanjutnya menyatakan :
“Jenis
Usaha Dan/Atau Kegiatan Sebagaimana Dimaksud Pada Ayat (1) Yang Wajib Memiliki
Amdal Ditetapkan Oleh Menteri Setelah Mendengar Dan Memperhatikan Saran Dan
Pendapat Menteri Lain Dan/Atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen
Terkait.”
Dengan
demikian terbit Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup mengenai Jenis
Kegiatan/Usaha yang wajib Amdal. Terakhir ini keputusan yang berlaku adalah
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006.
Adapun
untuk menentukan Kegiatan Wajib Amdal Atau Tidak :
PERTAMA
:
Apakah kegiatan atau usaha tersebut telah tercantum Dalam Lampiran Keputusan
Menteri Ini
KEDUA
:
Jika tidak termasuk dalam Lampiran. TAPI :
- Lokasinya Berbatasan Langsung Dengan Kawasan Lindung.
- Mengubah Fungsi Dan Peruntukan Kawasan Lindung
- Berada Dalam Kawasan Lindung
- —–Ã Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 Dan Keputusan Presiden Nomor 32/1990 tentang kawasan Lindung
KETIGA
: Usulan Secara Tertulis Dari Instansi Yang
Membidangi Usaha, Pemerintah Daerah, Masyarakat Jika Dianggap Perlu
Ketentuan
tersebut akan ditinjau Kembali Sekurang-Kurangnya 5 Tahun.
Kriteria
kawasan lindung yang harus diperhatikan :
n
Kawasan Hutan Lindung
n
Kawasan Bergambut
n
Kawasan Resapan Air
n
Sempadan Pantai
n
Sempadan Sungai
n
Kawasan Sekitar Danau/Waduk
n
Kawasan Sekitar Mata Air
n
Kawasan Suaka Alam (Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Hutan Wisata, Daerah
Perlindungan Plasma Nutfah, Daerah Pengungsian Satwa)
n
Kawasan Suaka Alam Laut Dan Periran Lainnya (Perairan Laut, Perairan Darat,
Wilayah Pesisir, Muara Sungai, Gugusan Karang Atau Terumbu Karang, Dan Atol)
n
Kawasan Pantai Berhutan Bakau
n TamanNasional
n TamanHutan
Raya
n TamanWisata
Alam
n
Kawasan Cagar Budaya Dan Ilmu Pengetahuan (Daerah Karst Berair, Daerah
Dengan Budaya Masyarakat Istimewa, Daerah Lokasi Situs Purbakala Atau
Peninggalan Sejarah Bernilai Tinggi)
n
Kawasan Rawan Bencana Alam.
Definisi
Komisi Penilai AMDAL diatur dalam Pasal 1 (11) PP No. 27/1999 yang menyatakan :
“Komisi
Penilai adalah komisi yang bertugas menilai dokumen analisis mengenai dampak
lingkungan hidup dengan pengertian di tingkat pusat oleh komisi penilai pusat
dan di tingkat daerah oleh komisi penilai daerah.”
Komisi
Penilai AMDAL dibentuk :
- di tingkat pusat oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup.
- di tingkat daerah oleh Gubernur
Nuansa
dari PP ini sesungguhnya adalah kerangka otonomi yang lebih ditekankan pada
tingkat Provinsi. Namun dengan lahirnya peraturan sesudahnya yaitu UU Nomor 22
Tahun 1999 maka terjadi perubahan penting yaitu menjadi otonomi di tingkat
kabupaten/kota.
Dengan
demikian saat ini kedudukan Komisi Penilai ada yang berada di Kementerian
Negara Lingkungan Hidup (Pusat) dan Bapedalda (atau nomen klatur serupa) baik
Provinsi atau Kabupaten/Kota (Daerah).
Keanggotaan
Komisi Penilai AMDAL Pusat terdiri atas unsur-unsur:
n
Instansi yang ditugasi mengelola lingkungan hidup
n
Instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan
n
Departemen Dalam Negeri
n
Instansi yang ditugasi bidang kesehatan
n
Instansi yang ditugasi bidang Pertahanan Keamanan
n
Instansi yang ditugasi bidang Perencanaan Pembangunan Nasional
n
Instansi yang ditugasi bidang Penananam Modal
n
Instansi yang ditugasi bidang Pertanahan
n
Instansi yang ditugasi bidang Ilmu Pengetahuan
n
Departemen dan/atau Lembaga Pemerintah Non-Departemen yang membidangi usaha
dan/atau kegiatan yang bersangkutan
n
Departemen dan/atau Lembaga Pemerintah Non-Departemen yang terkait
n
Wakil Propinsi Daerah Tingkat I yang bersangkutan
n
Wakil Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang bersangkutan
n
Ahli di bidang lingkungan hidup sesuai dengan bidang usaha dan/atau kegiatan
yang dikaji
n
Wakil Masyarakat terkena dampak
n
Anggota lain yang dipandang perlu.
Keanggotaan
Komisi Penilai AMDAL Daerah terdiri atas unsur-unsur:
n
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat I
n
Instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan
n
Instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan DATI I
n
Instansi yang ditugasi bidang Penananam Modal Daerah
n
Instansi yang ditugasi bidang Pertanahan di daerah
n
Instansi yang ditugasi bidang Kesehatan DATI I
n
Wakil Instansi Pusat dan/atau Daerah yang membidangi usaha dan/atau kegiatan
yang bersangkutan
n
Wakil Instansi terkait di Propinsi DATI I
n
Wakil Kabupaten/Kotamadya DATI II yang bersangkutan
n
Pusat Studi Lingkungan Hidup perguruan tinggi daerah yang bersangkutan
n
Ahli di bidang lingkungan hidup
n
Ahli di bidang yang berkaitan
n
Organisasi lingkungan hidup di daerah
n
Organisasi lingkungan hidup sesuai dengan bidang usaha dan/atau kegiatan yang
dikaji
n
Warga masyarakat yang terkena dampak
n
Anggota lain yang dipandang perlu.
Komisi
Penilai Pusat berwenang menilai hasil AMDAL bagi jenis usaha dan atau/kegiatan
yang memenuhi kriteria : (Pasal 11)
- Usaha dan/atau kegiatan bersifat strategis dan/atau menyangkut ketahanan dan keamanan negara.
- Usaha dan/atau kegiatan yang lokasinya meliputi lebih dari satu wilayah propinsi daerah tingkat I
- Usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di wilayah sengketa dengan negara lain.
- Usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di wilayah ruang lautan
- Usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di lintas batas negara kesatuan RepublikIndonesiadengan negara lain.
Untuk
contoh usaha dan/atau kegiatan bersifat strategis dan/atau menyangkut ketahanan
dan keamanan negara misalnya :
-
pembangkit listrik tenaga nuklir
-
pembangkit listrik tenaga air
-
pembangkit listrik tenaga uap/panas bumi
-
ekploitasi minyak dan gas
-
kilang minyak
-
penambangan uranium
-
industri petrokimia
-
industri pesawat terbang
-
industri kapal
-
industri senjata
-
industri bahan peledak
-
industri baja
-
industri alat-alat berat
-
industri telekomunikasi
-
pembangunan bendungan
-
bandar udara
-
pelabuhan
-
atau yang dianggap penting menurut instansi yang membidangi usaha dan/atau
kegiatan dianggap strategis.
Sedangkan
untuk usaha dan/atau kegiatan bersifat strategis ini menjadi bagian usaha
dan/atau kegiatan terpadu/multisektor maka penilaian dokumen AMDAL menjadi
wewenang komisi penilai AMDAL pusat.
Untuk
contoh usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di wilayah sengketa negara lain
adalah : (dulu)
-
Berlokasi di Sipadan
-
Berlokasi di Ligitan
-
Berlokasi di CelahTimor.
-
Berlokasi di Ambalat (Sekarang)
Di
luar kegiatan diatas maka kewenangan penilaian dokumen AMDAL berada di daerah.
IX.
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LINGKUNGAN
Undang-undang
memerlukan pelaksanaan yang lebih operasional. Maka, sebagai pelaksanaan dari
Pasal 33, Pasal 41,dan Pasal 56 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 pada tanggal
23 Februari 2012 diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang
Izin Lingkungan yang merupakan pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun
2009 tentang AMDAL. Nomen klatur dalam PP ini juga diubah dari AMDAL menjadi
Izin Lingkungan.
Pengertian
izin lingkungan tercantum dalam Pasal 1 butir 1 yang menyatakan :
Izin
Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan Usaha
dan/atau Kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin Usaha dan/atau
Kegiatan.
Dengan
terbitnya PP yang baru ini sesungguhnya terjadi perubahan mekanisme dimana
posisi dokumen Amdal sebagai dokumen kelayakan lingkungan kini diperkuat dalam
bentuk izin lingkungan. Beberapa definisi penting lainnya dalam PP ini yang
perrlu diketahui adalah sebagai berikut :
4.
Usaha dan/atau Kegiatan adalah segala bentuk aktivitas yang dapat menimbulkan
perubahan terhadap rona lingkungan hidup serta menyebabkan dampak terhadap
lingkungan hidup.
5.
Dampak Penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang
diakibatkan oleh suatu Usaha dan/atau Kegiatan.
6.
Kerangka Acuan adalah ruang lingkup kajian analisis dampak lingkungan hidup
yang merupakan hasil pelingkupan.
7.
Analisis Dampak Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut Andal, adalah
telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak penting suatu rencana Usaha
dan/atau Kegiatan.
8.
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut RKL, adalah
upaya penanganan dampak terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari
rencana Usaha dan/atau Kegiatan.
9.
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut RPL, adalah upaya
pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak akibat dari rencana
Usaha dan/atau Kegiatan.
10.
Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup adalah keputusan yang menyatakan kelayakan
lingkungan hidup dari suatu rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib
dilengkapi dengan Amdal.
11.
Rekomendasi UKL-UPL adalah surat persetujuan terhadap suatu Usaha dan/atau
Kegiatan yang wajib UKL-UPL.
12.
Pemrakarsa adalah setiap orang atau instansi pemerintah yang bertanggung jawab
atas suatu Usaha dan/atau Kegiatan yang akan dilaksanakan.
13.
Izin Usaha dan/atau Kegiatan adalah izin yang diterbitkan oleh instansi teknis
untuk melakukan Usaha dan/atau Kegiatan.
Keterkaitan
antara Amdal dengan izin lingkungan dapat diketahui dalam Pasal 2 yang
menyatakan :
(1)
Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal atau UKL-UPL wajib
memiliki Izin Lingkungan.
(2)
Izin Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh melalui tahapan
kegiatan yang meliputi:
a.
penyusunan Amdal dan UKL-UPL;
b.
penilaian Amdal dan pemeriksaan UKL-UPL; dan
c.
permohonan dan penerbitan Izin Lingkungan.
Penyusunan
Amdal dilakukan pada tahap perencanaan dan lokasinya wajib sesuai dengan tata
ruang. Hal ini tercantum dalam Pasal 4 (2):
(2)
Lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
sesuai dengan rencana tata ruang.
Jika
tidak sesuai dengan tata ruang maka dokumen amdal tidak dapat dinilai dan wajib
dikembalikan. Pasal 4 ayat (3) dengan tegas menyatakan :
(3)
Dalam hal lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatan tidak sesuai dengan rencana
tata ruang, dokumen Amdal tidak dapat dinilai dan wajib dikembalikan kepada
Pemrakarsa.
Sedangkan
bentuk dokumen amdal tercantum dalam Pasal 5 yang menyatakan :
(1)
Penyusunan Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dituangkan ke
dalam dokumen Amdal yang terdiri atas:
a.
Kerangka Acuan;
b.
Andal; dan
c.
RKL-RPL.
(2)
Kerangka Acuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a menjadi dasar
penyusunan Andal dan RKL-RPL.
Dalam
proses penyusunan Amdal disusun oleh pemrakrasa dan dinilai oleh komisi Penilai
Amdal.
Penyusunan
dokumen amdal dilakukan berdasarkan beberapa pendekatan sepeti tercantum dalam
Pasal 8 yang menyatakan :
(1)
Dalam menyusun dokumen Amdal, Pemrakarsa wajib menggunakan pendekatan studi:
a.
tunggal;
b.
terpadu; atau
c.
kawasan.
Dalam
rangka kewajiban penyusunan amdal, terdapat beberapa pengecualian baik dari
aspek lokasi maupun jenis kegiatannya. Pasal 13 menyatakan :
(1)
Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup
dikecualikan dari kewajiban menyusun Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
apabila:
a.
lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatannya berada di kawasan yang telah memiliki
Amdal kawasan;
b.
lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatannya berada pada kabupaten/kota yang telah
memiliki rencana detil tata ruang kabupaten/kota dan/atau rencana tata ruang
kawasan strategis kabupaten/kota; atau
c.
Usaha dan/atau Kegiatannya dilakukan dalam rangka tanggap darurat bencana.
Mengenai
rekomendasi hasil penilaian amdal Pasal 29 menyatakan :
(2)
Komisi Penilai Amdal menyampaikan rekomendasi hasil penilaian Andal dan RKL-RPL
kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya.
(3)
Rekomendasi hasil penilaian Andal dan RKL-RPL sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dapat berupa:
a.
rekomendasi kelayakan lingkungan; atau
b.
rekomendasi ketidaklayakan lingkungan.
Sedangkan
muatan rekomendasi diatur dalam Pasal 29 ayat (4) :
(4)
Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan berdasarkan
pertimbangan paling sedikit meliputi:
a.
prakiraan secara cermat mengenai besaran dan sifat penting dampak dari aspek
biogeofisik kimia, sosial, ekonomi, budaya, tata ruang, dan kesehatan
masyarakat pada tahap prakonstruksi, konstruksi, koperasi, dan pascaoperasi
Usaha dan/atau Kegiatan;
b.
hasil evaluasi secara holistik terhadap seluruh Dampak Penting hipotetik
sebagai sebuah kesatuan yang saling terkait dan saling memengaruhi, sehingga
diketahui perimbangan Dampak Penting yang bersifat positif dengan yang bersifat
negatif; dan
c.
kemampuan Pemrakarsa dan/atau pihak terkait yang bertanggung jawab dalam
menanggulangi Dampak Penting yang bersifat negatif yang akan ditimbulkan dari
Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan, dengan pendekatan teknologi, sosial,
dan kelembagaan.
Mengenai
ketetapan keputusan kelayakan atau tidak layak lingkungan Pasal 32 menyatakan :
(1)
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota berdasarkan rekomendasi penilaian atau
penilaian akhir dari Komisi Penilai Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
atau Pasal 30, menetapkan keputusan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan
hidup.
(2)
Jangka waktu penetapan keputusan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 10 (sepuluh) hari
kerja terhitung sejak diterimanya rekomendasi hasil penilaian atau penilaian
akhir dari Komisi Penilai Amdal.
Sedangkan
muatan keputusan kelayakan lingkungan maupun ketidaklayakan lingkungan
dinyatakan dalam Pasal 33 dan Pasal 34.
Pasal
33 ayat (1) menyatakan ::
(1)
Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat
(1) paling sedikit memuat:
a.
dasar pertimbangan dikeluarkannya penetapan;
b.
pernyataan kelayakan lingkungan;
c.
persyaratan dan kewajiban Pemrakarsa sesuai dengan RKL-RPL; dan
d.
kewajiban yang harus dilakukan oleh pihak terkait sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29 ayat (4) huruf c.
(2)
Dalam hal Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan Pemrakarsa wajib memiliki
izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Keputusan Kelayakan
Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mencantumkan jumlah
dan jenis izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Sedangkan
Pasal 34 menyatakan :
Keputusan
ketidaklayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1)
paling sedikit memuat:
a.
dasar pertimbangan dikeluarkannya penetapan; dan
b.
pernyataan ketidaklayakan lingkungan.
Setelah
mendapat izin, setiap usaha dan/atau kegiatan harus melakukan beberapa
kewajiban seperti yang diatur dalam Pasal 53 yang menyatakan :
(1)
Pemegang Izin Lingkungan berkewajiban:
a.
menaati persyaratan dan kewajiban yang dimuat dalam Izin Lingkungan dan izin
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
b.
membuat dan menyampaikan laporan pelaksanaan terhadap persyaratan dan kewajiban
dalam Izin Lingkungan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota; dan
c.
menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi lingkungan hidup sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(2)
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disampaikan secara berkala
setiap 6 (enam) bulan.
Mengenai
pendanaan diatur dalam Pasal 68 yang menyatakan :
Penyusunan
dokumen Amdal atau UKL-UPL didanai oleh Pemrakarsa, kecuali untuk Usaha dan/atau
Kegiatan bagi golongan ekonomi lemah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat
(1).
Sedangkan
Pasal 69 menyatakan :
(1)
Dana kegiatan:
a.
penilaian Amdal yang dilakukan oleh komisi Penilai Amdal, tim teknis, dan
sekretariat Komisi Penilai Amdal; atau
b.
pemeriksaan UKL-UPL yang dilakukan oleh instansi lingkungan hidup pusat,
provinsi, atau kabupaten/kota dialokasikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2)
Jasa penilaian dokumen Amdal dan pemeriksaan UKLUPL yang dilakukan oleh Komisi
Penilai Amdal dan tim teknis dibebankan kepada Pemrakarsa sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Bagi
usaha dan/atau kegiatan yang pernah mendapat persetujuan lingkungan sebelum
berlakunya PP ini izin lingkungan tetap diperoleh sesuai dengan prosedur yang
lama. Pasal 73 Undang-undang ini menyatakan :
Dokumen
lingkungan yang telah mendapat persetujuan sebelum berlakunya Peraturan
Pemerintah ini, dinyatakan tetap berlaku dan dipersamakan sebagai Izin
Lingkungan.
Sebagai
pelaksanaan dari PP Nomor 27 Tahun 2012 maka diterbitkan Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen
Lingkungan Hidup dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun
2012 tentang Pedoman Pelibatan Masyarakat dalam AMDAL dan Izin Lingkungan.
X.
PENEGAKAN HUKUM DALAM AMDAL
Berbicara
mengenai penegakan hukum adalah hal yang paling sulit.Hal ini dikarenakan fakta
yang menyatakan bahwa lebih banyak kegagalan daripada keberhasilan dalam
penegakan hukum khususnya hukum lingkungan di Indonesia. Beberapa kasus
yang terkait dengan lingkungan hidup seperti Pencemaran teluk Buyat, Kasus PT
Inti Indorayon Utama, kasus PT Adiplantation, merupakan contoh keberhasilan,
yang walaupun belum memuaskan. Kausus-kasus lain banyak mengalami kegagalan
bahakn tidak jelas.
Penegakan
hukum atau yang disebut dalam bahasa Inggrisnya adalah “law enforcement”
merupakan pemikiran yang harus diketahui terlebih dahulu. Istilah penegakan
hukum dalam Bahasa Indonesia membawa kita kepada pemikiran bahwa penegakan
hukum selalu dengan paksaan (force) sehingga ada yang berpendapat bahwa
penegakan hukum hanya bersangkutan dengan hukum pidana saja.( Hamzah :2005)
Sedangkan M. Daud Silalahi (2001) menyebutkan bahwa penegakan hukum lingkungan
mencakup penaatan dan penindakan (compliance and enforcement) yang
meliputi hukum administrasi negara, bidang hukum perdata dan bidang hukum
pidana.
Penegakan
hukum sesungguhnya mempunyai arti yang sangat luas meliputi segi preventif dan
represif, dimana hal ini sangat cocok dengan kondisi Indonesia yang unsur
pemerintahnya turut aktif dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat.
(Soekanto: 1983) Secara konsepsional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak
pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam
kaidah-kaidah yang mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai
tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian
pergaulan hidup. (Hamzah :2005)
Hukum
lingkungan dalam pelaksanaan pembangunan yang berwawasan lingkungan berfungsi
untuk mencegah terjadinya pencemaran dan atau perusakan lingkungan agar
lingkungan dan sumberdaya alam tidak terganggu kesinambungan dan daya
dukungnya. Di samping itu hukum lingkungan berfungsi sebagai sarana penindakan
hukum bagi perbuatan-perbuatan yang merusak atau mencemari lingkungan hidup dan
sumber daya alam. (Hussein :1992 dalam Edorita:2007).
Seperti
dinyatakan oleh Hamzah (2005) dan Daud Silalahi (2001) diatas, juga menurut
Drupsteen (1983) dalam Rahmadi (2011) hukum lingkungan sebagai bidang hukum
fungsional (functioneel rechtsgeibeid) yang didalamnya terdapat
unsur-unsur hukum administrasi, hukum perdata dan hukum pidana. Karena itu
Rahmadi (2011) mempertegas dengan menyatakan :
“Oleh
sebab itu penegakan hukum lingkungan dapat dimaknai sebagai penggunaan atau
penerapan instrumen-instrumen dan sanksi-sanksi dalam lapangan hukum
adminsitrasi, pidana maupun operdata dengan tujuan memaksa subjek hukum yang
menjadi sasaran mematuhi peraturan perundang-undangan lingkungan hidup.”
Dengan
demikian maka, salah satu mekanisme penegakan hukum dapat didasarkan pada 3
sanksi sesuai dengan pernyataan para ahli hukum diatas. Selama ini sanksi
tersebut telah tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 yaitu pada Bab
XII hingga Bab XV. Dalam penerapan instrumen hukum lingkungan administrasi
dikenal beberapa ketentuan seperti :
-
Melakukan pengawasan
-
Penunjukan Pejabat Pengawas Lingkungan
-
Perizinan
-
Sanksi Adminsitratif
-
Penyelesaian sengketa Administratif
-
Tata cara Pengenaan Sanksi Adminsitratif.
-
Gugatan Tata Usaha Negera (TUN)
-
dll
Sedangkan
instrumen hukum lingkungan perdata dapat berkenaan dengan ketentuan seperti :
-
Gugatan keperdataan atau hak perseorangan
-
Ganti rugi terhadap korban pencemar
-
Perbuatan melawan hukum
-
Penyelesaian sengketa diluar pengadilan melalui mediasi, negosisasi konsiliasi,
arbitrase dan bentuk lainnya.
-
Gugatan oleh organisasi lingkungan
Sedangkan
instrumen hukum lingkungan pidana dapat berkenaan dengan :
-
Pelanggaran atas delik lingkungan
-
Perusakan dan pencemaran lingkungan yang menyebabkan kematian
-
Kelalaian
-
Pemanjaraan
-
Melakukan ekspor, impor B3 dan Limbah B3
-
Melakukan pengedaran produk rekayasa genetika
-
Memberikan informasi palsu
-
Menjalankan instalais berbahaya
-
Kegiatan tanpa izin lingkungan
-
dll
Keberhasilan
penegakan hukum sesuangguhnya dipengaruhi juga oleh berbagai faktor seperti
dinyatakan Soerjono Soekanto (1983)
- Hukum atau peraturan perundang-undangan yang dibuat.
- Mentalitas petugas penegak hukum
- Fasilitas yang diharapkan untuk mendukung pelaksanaan hukum
- Kesadaran, kepatuhan dan perilaku warga terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan
Selain
itu fakta yang terjadi terdapat hambatan dalam penegakan hukum selama ini
dinataranya adalah :
- Kurang memadainya peraturan perundang-undangan yang ada.
- Kesadaran hukum masyarakat masih rendah
- Belum lengkapnya peraturan perundangan di bidang lingkungan
- Para penegak hukum lingkungan belum mantap
- Kurangnya biaya untuk melaksanakan penegakkan hukum.
- Ketidaksederhanaan perangkat hukum yang ada
- Kurang memadainya perangkat peraturan perundang-undangan
- Ketrampilan teknis penegakkan hukum yang sangat terbatas
- Tekanan Publik (public pressure) yang masih terbatas.
- Belum adanya budaya keterbukaan
- Belum adanya persamaan persepsi diantara pejabat pemerintah
- Moral dan integritas Penegak hukum.
Instrumen
penegakan hukum lingkungan menjadi sangat penting dilakukan sepanjang instrumen
tersebut efektif dilaksanakan. AMDAL sebagai instrumen perencanaan juga
memiliki efektifitas diantaranya jika dokumen Amdal dihasilkan dengan baik dan
dilaksanakan sesuai dengan perencanaan dengan hasil yang baik, maka akan
membentu keberhasilan penegakan hukum.
Dokumen
Amdal merupakan dokumen yang paling tidak memiliki dua fungsi yaitu sebagai
bukti ilmiah (scientific evident) dan bukti hukum (legal evident). Sebagai
bukti hukum (legal evident), dokumen AMDAL dapat dijadikan sebagai salah satu
alat bukti yang sah yaitu yang dapat termasuk alat bukti lainnya (bagian f
pasal 96 UUPPLH). Menurut Pasal 96 UUPPLH alat bukti disebutkan sbb :
a.
keterangan saksi;
b.
keterangan ahli;
c.
surat;
d.
petunjuk;
e.
keterangan terdakwa; dan/atau
f.
alat bukti lain, termasuk alat bukti yang diatur dalam peraturan
perundangundangan.
Selain
itu dokumen Amdal dapat digunakan sebagai petunjuk (bagian d) juga dimana untuk
membuktikan bahwa usaha/kegiatan tersebut memang melakukan atau melaksanakan
perintah dari Undang-undang sesuai dengan pasal 22 (1) yaitu :
(1)
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup
wajib memiliki amdal.
Penggunaan
dokumen AMDAL juga dapat dilakukan melalui saksi ahli. Saksi ahli dapat
menunjukan dokumen AMDAL. Menurut Rahmadi (2011) saksi ahli dalam pengadilan
lingkungan dapat memperjelas hal-hal sbb :
- Causal Connection
Hubungan
sebab akibat aktivitas dengan peristiwa pencemaran dan kerusakan lingkungan.
- Pollution Control Technology
Teknologi
pengendalian pencemaran
- Breach of Standard
Pelanggaran
baku mutu atau baku kerusakan
- Injury
Kerugian
- Money damage
Ganti
kerugian
Dalam
dokumen AMDAL terdapat aktivitas kegiatan atau yang disebut sebagai kegiatan
rencana usaha. Hal ini dapat memperjelas hubungan antara kegiatan tsb dengan
rona lingkungan serta peristiwa terjadinya pencemaran di kemudian hari. Jika
pemilik usaha sudah dapat melaksanakan RKL dan RPL dengan baik maka dapat
menjadi sanggahan yang berarti bagia kegiatan tsb, apakah memang mencemari atau
justru dari kegiatan lainnya. Paling tidak dokumen RKL dan RPL sebagai bagian
dari dokumen AMDAL mampu menjadi pencegahan dan penghindaran dari gugatan hukum
atau bukti yang terdokumentasi yang akan menolong usaha atau kegiatan tsb.
Selain itu dapat juga dokumen AMDAL memperjelas teknologi pengendalian
pencemaran yang sudah diakui dan memiliki kemampuan yang terukur dan jelas.
Sehingga dengan teknologi yang sudah layak karena sudah disidangkan di Komisi
Penilai Amdal maupun tim teknis, maka teknologi tersebut merupakan pengendali
yang paling memungkinkan dari kegiatan/usaha tsb. Selain itu dokumen AMDAL juga
dapat memberikan kejelasan mengenai pentaatan kegiatan/usaha tsb atas baku mutu
lingkungan atau baku kerusakan lingkungan.
Akhirnya,
dapat dikatakan bahwa penegakan hukum hanya merupakan salah satu bagian
terkecil dalam sistem hukum. Sesungguhnya hal ini juga dipengaruhi oleh
sistem-sistem di luar hukum seperti sistem politik, ekonomi, sosial, budaya
dll. Dengan demikian keberhasilan penegakan hukum lingkungan dipengaruhi juga
oleh berlakunya sistem hukum serta sistem non hukum lainnya, dimana
sistem-sistem tersebut apakah berjalan efektif atau tidak.
XI.
PENUTUP
Sebagai
penutup, makalah ini berusaha menggambarkan secara umum kondisi lingkungan
hidup global hingga kegiatan yang spesifik yaitu AMDAL. Walaupun makalah ini
masih sangat sederhana, namun sudah mencoba melihat perkembangan baru terutama
terkait dengan UU yang baru yaitu UU Nomor 32 tahun 2009 tentang UUPPLH.
Diharapkan
dari UU yang baru ini akan diterbitkan berbagai Peraturan Pemerintah (PP)
sebagai pelaksanaan operasional. Karena UU ini masih baru maka diharapkan
penerbitan atas PP ini paling tidak akan mendorong perubahan sistem AMDAL di
Indonesia dengan diintegrasikannnya kedalam system perizinan.
CONTOH
SOAL EVALUASI :
- Sebutkan isu-isu LH global yang mempengaruhi Indonesia !
- Pertemuan apa saja yang mempengaruhi perkembangan hukum lingkungan ?
- Sebutkan beberapa peraturan perundang-undangan era kolonial !
- Apa saja yang diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 1997 khususnya mengenai AMDAL !
- Apa definisi AMDAL menurut UU Nomor 32 Tahun 2009 !
- Apa saja yang diatur UU PPLH yang baru ini khususnya mengenai AMDAL !
- Apakah diperlukan pengganti PP nomor 27 tahun 1999 dan apa saja kira-kira menurut anda hal-hal baru yang dapat dimasukan dalam PP pengganti !
- Bagaimana pengertian penegakan hukum selama ini menurut anda ?
- Apakah benar penegakan hukum lingkungan masih belum efektif dan apa alasannya ?
DAFTAR
PUSTAKA
- Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan, Sinar Grafika, Jakarta:2005
- Moh. Soerjani dkk, Lingkungan: Sumber Daya Alam dan Kependudukan dalam Pembangunan, UI-Press:1987
- NHT. Siahaan, Ekologi Pembangunan dan Hukum Tata Lingkungan, Erlangga, Jakarta:1986 Koesnadi Hardjasoemantri, 1994, Hukum Tata Lingkungan,, Yogyakarta Penerbit UGM Press
- Daud Silalahi,, M, 1995, AMDAL dalam Sistem Hukum Lingkungan di Indonesia, Penerbit Alumni, Bandung
- Mas Achmad Santoso, 2001, Good Government dan Hukum Lingkungan, Penerbit ICEL
- Andreas Pramudianto, Diplomasi Lingkungan : Teori dan Fakta, Penerbit UI Press
- Otto Soemarwoto, Ekologi, Lingkungan Hidup Dan Pembangunan, Djambatan, Jakarta, 2001
- Otto Soemarwoto, Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta:2001
- Eggi Sudjana dan Riyanto, Penegakan Hukum Lingkungan dalam
Perspektif
Etika Bisnis Di Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 1999
- R.M. Gatot P. Soemartono, Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta:1996
- Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, CV Rajawali, Jakarta, 1983
- Suparto Wijoyo, Hukum Lingkungan: Kelembagaan Pengelolaan Lingkungan Di Daerah, Airlangga University Press, Surabaya:2004
- Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan di Indonesia, Rajawali Press, Jakarat 2011
- Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003.
- Sudharto P. Hadi, Dimensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2001.
- Sukanda Husin, Penegakan Hukum Lingkungan, Diktat Kuliah Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang.
- Siswanto Sunarso, Hukum Pidana Lingkungan Hidup dan Strategi Penyelesaian Sengketa, Rineka Cipta, Jakarta, 2005
- Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, Edisi Pertama, Airlangga University Press, Surabaya, 1997
- dll