Suatu ketika disaat memerlukan sebuah referensi dalam merumuskan atau
memecahkan suatu masalah terkadang terbentur oleh satu hal, yaitu: dari
mana refferensi itu didapat setelah tahu pokok permasalahan dirumuskan?
Hal sepele sebagai contoh adalah bila kita terbentur dengan satu kata
yang tidak diketahui arti dan maknanya. Lantas langkah yang pasti
diambil adalah mencari refferensi apa yang dapat menjelaskan arti dan
makna yang tidak diketahui itu dari buku, browsing atau sejenisnya.
Tanpa sadar setelah sekian waktu bingung dan tidak juga menemui arti dan
makna yang dicari, ternyata ada di sebuah buku tua usang lecek terselip dan tertindih diantara rongsokan. Lalu, bagaimana bla dihubungkan dengan kasus korupsi di Indonesia ini? Apakah kasus korupsi bagai buku tua yang terselip juga?
Bila melihat kenyataan yang terjadi di Indonesia ini, kasus korupsi
sepertinya tidak beda dengan buku tua yang terselip. Kasus korupsi di
Indonesia tidak pernah hanya sebatas judul, kulit dan daftar isi. Kasus
korupsi di Indonesia ini persis sekali dengan sebuah buku, mulai dari
judul, cover, daftar isi dan sebagainya. Tidak pernah dan mungkin tidak akan mampu seseorang melakukan korupsi itu secara perseorangan atau single, semua bisa terjadi bila terbentuk lingkaran yang memiliki jaringan-jaringan.
Disaat melakukan korupsi, mereka para koruptor memliki target yang berupa judul proyek atau apalah yang bernilai duit. Dari
situ si koruptor akan membuat suatu catatan-catatan penting, bisa
berupa strategi dan jaringan. Setelah si koruptor memperoleh jaringan
dan strategi, tentu mereka semua akan berembuk menyamakan suara sebelum
melakukan tindakan korupsi. Barulah kemudian dengan saling pengertian
dan kesepahaman, tindakan korupsi akan dilakukan dan biasanya berhasiil
dengan baik dan lancar.
Tindakan korupsi yang dilakukan oleh koruptor-koruptor itu akan berjalan
dengan mulus, alias aman-aman saja. Bisa jadi tidak akan pernah
terbongkar hingga satu-per satu dari koruptor itu dimasukan kedalam
tanah. Bila yang dilakukan koruptor-koruptor itu bertahan dalam waktu
yang panjang, bisa diartikan mereka telah berhasil dalam membangun
jaringan dan strategi kesepahaman sempurna. Kasus korupsi yang mereka
lakukan tidak pernah terdengar, apalagi tercium. Kasus korupsi itu
begitu tertata bagai buku, yang kemudian buku itu terselip dan memnag
diselipkan tanpa seorang pun tahu bahwa itu adalah kasus korupsi.
Lantas apa hubungannya buku dengan para koruptor di Indonesia yang
terjerat oleh KPK? Apa mereka tidak seperti pelaku koruptor yang
berhasil hingga keliang lahat? Jadi apa sebabnya mereka bisa terjerat
KPK? Menurut saya bila dikaitkan dengan 'kasus korupsi bagai buku tua
yang terselip' ada dua alasan, pertama salah dalam membuat strategi
jaringan kesepahaman dan kedua KPK semakin banyak memerlukan refferensi
'sosok koruptor' yang harus dijerat.
Sebenarnya kesalahan strategi bukan hal baru sebagai sumber kegagalan
dalam bidang apapun, entah itu bisnis, hukum, politik atau hanya
sekelompok 'grup paduan suara'. Pada awalnya, sebuah grup paduan suara
pasti dibentuk oleh kemampuan masing-masing dalam bernyanyi. Artinya
masing-masing personal itu memiliki apa yang dibutuhkan oleh paduan
suara tersebut, lalu mereka berlatih dan berlatih dengan dukungan
pelatih paduan suara. Dihari H disaat lomba panduan suara, tiba-tiba
paduan suara tersebut kalah hanya karena suara sumbang dari satu
anggotanya pada satu bait lagu yang dinyanyikan. Hanya karena ulah satu
anggota yang bernyanyi sumbang, satu paduan suara itu menerima
akibatnya. Berarti ada yang salah pada paduan suara ini, yaitu salah
memilih anggota yang seirama dan diinginkan oleh panitia lomba.
Bagaimana bila hal diatas dikaitkan dengan kasus korupsi? Begini, kasus
korupsi yang terjadi di Indonesia ini tidak pernah akan terungkap bila
tidak ada 'nyanyian sumbang', seperti nada ' bos besar', si A atau si B.
Satu kena akan membuat KPK semakin butuh referensi pelaku lainnya.
Hanya karena satu pelaku kasus korupsi yang terjerat, bisa dipastikan
akan ada dua, tiga, atau lebih lingkaran atau jaringan akan ditelurusi
oelah KPK. Situasi ini tergantung kekuatan dan tingkat kesepahaman dari
si koruptor pada jaringannya. Apabila si koruptor yang terjerat itu kuat
ya pastinya anggota lain akan aman-aman saja, kasus korupsi bisa
terputus sebatas pelaku korupsi yang terjerat itu. Tapi, bila si pelaku
kasus korupsi itu orang yang tidak bisa dipercaya dan plin-plan pada
jaringannya, sudah bisa dipastikan nyanyian akan keluar dan menyerert
anggota dalam jaringannya itu.
Nyanyian sumbang ini bisa saja akibat ketidakpuasan atau desakan, tapi
yang jelas kasus korupsi yang menjerat jenis pelaku korupsi seperti ini
dipastikan akan menghasilkan atau mungkin bisa dijadikan alat penjerat
bagi pelaku korupsi dilingkarannya. Disinilah letak kesalahan strategi
dari para pelaku korupsi yang terbongkar secara berjamaah, mereka salah
memilih dan membuat lingkaran. Mereka salah dalam merumuskan judul,
salah dalam membuat rumusan dan lain sebagainya. Ibarat buku, mereka
pelaku korupsi itu adalah buku menarik yang harus dibaca, karena banyak
menimbulkan pertanyaan bagi calon pembacanya, khususnya KPK.
Satu hal lain adalah kesalahan strategi pada waktu dan tempat, sehingga
tanpa sadar sebenarnya ada jaringan lain yang telah mengetahui gerakan
dan tindakan-tindakan korupsinya. Nah, untuk tujuan tertentu buku-buku
yang sebenarnya telah tertata dengan teratur akan terbuka dan terbaca
oleh KPK. Apakah KPK itu tahu isi buku jaringan korupsi tanpa adanya
rujukan? Jawabannya tidak, KPK akan membuka lembar demi lembar buku
kasus korupsi bila memang buku itu ditemukan atau dilaporkan.
Satu kasus korupsi terungkap, maka KPK telah memiliki dan mendapat
rumusan permasalahan baru yang harus dibahas dan dipecahkan hingga
tuntas. Kasus korupsi terungkap pastinya bukan terjadi begitu saja,
umumnya keterungkapan kasus korupsi itu memiliki sumber. Umumnya kasus
korupsi itu terungkap bila ada laporan. Tanpa laporan, KPK atau hukum
lainnya tidak akan pernah menjerat pelaku korupsi. Satu laporan berarti
satu bahan yang harus dianalisis, maka tidak tertutup kemungkin dari
seorang pelaku kasus korupsi yang terjerat KPK akan membuahkan
pelaku-pelaku lainnya. Buah ini akan semakin banyak, bila buku tua yang
terselip itu terbaca oleh KPK.
Kasus korupsi itu bagai buku tua yang 'terselip', buku ini akan terbuka
bila pelaku merasa ada ketidakadilan, penghianatan dan kezhaliman pada
pemiliknya. Inilah kenyataan di Indonesia, kasus korupsi tidak pernah
terungkap bila 'buku' tidak pernah dibuka. Bahkan kalau bisa, kasus
korupsi itu dijadikan buku tua yang sengaja disembunyikan dan tetap
tersembunyi. Buku ini sangat penting bagi pemiliknya, karena bila suatu
saat satu atau dua dari jaringan kesepahamannya berganti arah atau
berlawanan, buku ini akan bermanfaat untuk sama-sama merasakan akibat
yang dirasakan oleh pemilik buku.
source : click here
0 komentar:
Posting Komentar